
Menghafal Al-Qur’an merupakan salah cara menjaga kemurnian ajaran
Islam serta pintu gerbang manusia yang ingin sungguh-sungguh
memahaminya. Begitulah penuturan Muhammad Saihul Basyir (18 tahun)
ketika ditanya tentang pencapaiannya menjadi penghafal Al-Qur’an 30 juz
sejak kelas enam Sekolah Dasar (SD).
Basyir, sapaan akrabnya,
merupakan finalis Musagaqah Tilawatil Quran cabang Tahfiz Al-Qur’an.
Tak ada trik khusus untuk menghafal Al-Qur’an, karena menjadi Hafiz
(penghafal Al-Qur’an) tak bisa dilakukan dalam jangka waktu yang instan.
Menghafal Al-Qur’an merupakan buah dari kedisiplinan dibarengi
kesungguhan hati untuk memperoleh ridha Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Dalam menghafal Al-Qur’an, kata Basyir, hal utama yang mesti
dilakukan adalah meniatkannya karena Allah semata. Menghafal Al-Qur’an,
ujar Basyir, ibarat melakukan bagian dari berjihad di jalan-Nya. Sebelum
menghafal Al-Qur’an, kita mesti terlebih dahulu mengikuti program
tahsin (memperbaiki bacaan Al-Qur’an).
Tujuannya untuk
memperbaiki pelafalan bacaan Al-Qur’an dan menguasai tajwid. Setelah itu
barulah menginjak ke tahap menghafal Al-Qur’an. Subuh dan Maghrib,
menurut Basyir, merupakan waktu yang ideal untuk menghafal Al-Qur’an.
Keberadaan Musyrif atau guru pembimbing pun tak kalah penting
sebagai pengontrol dan pemicu semangat menghafal. Musyrif juga akan
membantu proses evaluasi hafalan secara berkala. “Setiap juz yang sudah
selesai dihafal harus dites sampai mengetahui dan memperbaiki tingkat
kesalahan sekecil mungkin. Begitu juga per lima juz, per sepuluh juz,
dan seterusnya sesuai kelipatan hingga 30 juz,” papar basyir.
Saat ini pemuda kelahiran Jakarta, 10 Januari 1996 ini masih duduk di
bangku SMA kelas tiga di Pesantren Terpadu Darul Qur’an Mulia, Bogor,
Jawa Barat. Ia mengungkapkan, keberhasilannya menghafal Al-Qur’an, serta
menjaga hafalannya, tak lepas dari peranan kedua orang tua.
Sejak kecil, anak dari pasangan Mutammimul Ula dan Wirianingsih ini
sudah terbiasa dengan lingkungan Qur’ani. Kedisiplinan dan aturan
keluarga merupakan faktor pendukung keberhasilannya. Sang ibu,
Wirianingsih, mengatur jadwal menonton televisi hanya dua jam setiap
hari.
Selain itu, ayahnya secara naluri dan rutin menyetel
radio atau kaset murattal Al-Qur’an Imam Masjidil Haram. Maka setiap
saat, lingkungan keluarga selalu bernuansa Qur’ani. Di rumah orang tua
Basyir, juga ada pula perpustakaan pribadi berisikan koleksi buku hingga
empat sampai lima ribu buku.
Sekilas tentang keluarganya,
ayahnya yang bernama Mutammimul Ula (57 tahun) adalah seorang yang
berasal dari Solo, tepatnya di kecamatan Sragen. Sang kakek mendidik
ayahnya dengan didikan yang keras, karena dahulu kakek dari sang ayah
adalah seorang yang aktif di partai Masyumi, sehingga apa yang telah
diterapkan oleh kakek kepada ayahnya menurun kepada anak-anaknya juga.
Pak Tamim (begitu sang ayah dipanggil) menamatkan SMA di sebuah
sekolah Islam di Solo bernama SMA Al-Islam, kemudian melanjutkan
pendidikan di Fakultas Syariah Universitas Islam Sultan Agung Semarang
pada tahun 1977, hingga akhirnya aktif di organisasi Pelajar Islam
Indonesia (PII) dan juga sempat menjadi ketua umum Pengurus Besar PII
tersebut selama satu periode (1983-1986). Pak Tamim juga seorang
Magister Ilmu Hukum di Universitas Indonesia tahun 2007 yang sebelumnya
menyelesaikan Sarjana Hukum di Universitas Diponegoro tahun 1982. Dalam
dunia politik, Mutammimul Ula tergabung dengan Partai Keadilan Sejahtera
(PKS) yang pernah membawanya menjadi anggota DPR-RI pada periode
1999-2004 dan terpilih kembali pada periode 2004-2009.
Sedangkan ibunya yang bernama Wirianingsih (51 tahun) adalah orang
Jakarta. Sama dengan ayahnya, sang ibu juga dibesarkan oleh kakek yang
juga seorang veteran, kemudian menamatkan jenjang S1 di Universitas
Padjajaran (Unpad) pada Fakultas Ilmu Komunikasi, dan melanjutkan S2 di
UI Salemba mengambil Psikologi.
Ibu Wiwi (panggilan akrab
kesehariannya) bukanlah orang yang tidak memiliki kesibukan, melainkan
seorang wanita yang super sibuk. Sejak muda aktif di berbagai
organisasi, pernah menjadi pengurus wilayah PII-Jawa Barat, Pengurus
Besar PII, dan HMI (Himpunan Mahasiswa Islam) Universitas Islam Bandung
(Unisba), Ketua Pengurus Pusat Salimah (sebuah organisasi Muslimah yang
tersebar di 30 provinsi) tahun 2005-2010, Ketua Aliansi Selamatkan Anak
(ASA) Indonesia, Presidium Badan Musyawarah Organisasi Wanita Islam
(BMOWI) 2007-2012, dan Ketua Yayasan Citra Insani (2009 hingga kini). Ia
juga pernah menjadi anggota delegasi RI dalam sidang United Nations
Comission on the Status of Women (UNCSW) ke-51 di New York, Amerika
Serikat. Kini, Ibu Wiwi menjadi anggota DPR-RI Komisi IX dari Fraksi
Partai Keadilan Sejahtera (PKS).
Cita-cita terbesar kedua
orang tuanya adalah menciptakan generasi penghafal Al-Qur’an di masa
yang akan datang, hingga akhirnya dikaruniai sebelas orang anak.
Alhamdulillah enam orang dari sebelas anaknya sudah berhasil
mengkhatamkan hafalan Al-Qur’an. (RoL/dakwatuna)
http://www.islamedia.co/2014/06/putra-anggota-dpr-pks-ini-hafal-al.html