Sayid Yunanta Apresiasi Perusahaan di Kudus Komitmen Putus Penyebaran Corona
13.5.20
BPKK PKS Kudus Ajak Hijaukan Lingkungan
12.12.17
FRAKSI PKS : HIBURAN DI KUDUS HARUS SESUAI NORMA SOSIAL DAN NILAI AGAMA
6.5.15
Pemerintah Kabupaten Kudus akan membahas Ranperda pada tahun 2015 ini, ada 12 Ranperda yang akan dibahas, sampai saat ini daraf sudah sampai di DPRD Kab. Kudus, dan pada hari ini adalah pandangan umum Fraksi-Fraksi terhadap 12 (dua belas) Ranperda tersebut.
Dari dua belas ranperda yang paling sensitive pembahasan adalah RANPERDA terkait hiburan yaitu RANPERDA tentang penataan hiburan DISKOTIK, KLAB MALAM dan PUB serta pengelolaan KARAOKE.
Fraksi Partai Keadilan Sejahtera dalam pandangan umum yang dibacakan oleh Rony Agus Santosa Fraksi PKS memberi pandangan untuk dimasukkan dalam PERDA Hiburan Kabupaten Kudus sebagai berikut :
Semangat penataan tempat hiburan agar lebih mengedepankan pencapaian realisasi kabupaten Kudus yang lebih religious sebagaimana yang tertuang dalam misi pemerintah daerah, tidak bertentangan dengan norma-norma social dan nilai-nilai agama.
Kaitannya RANPERDA inisiatif tentang penataan pengelolaan hiburan karauke Fraksi PKS lebih memperhatikan dampak buruk dan moral gererasi muda, berubahnya fungsi hiburan menjadi tempat kemaksiatan maka perlu mempertegas tentang ‘larangan’ penyelenggara karauke diantaranya:
Melanggar kesusilaan (tidak ada pemandu karauke dan yang menjurus perilaku praktik asusila)
Melanggar keamanan, ketentraman, dan ketertiban;
Tempat karaoke tidak dibuat dalam bilik-bilik kecil atau yang dapat mendorong orang berperilaku asusila.
Tidak adanya Miras, narkoba dan sejenisnya sesuai dengan Paraturan Daerah Kabupaten Kudus No 12 tahun 2004 yang mengatur tentang keberadaan minuman keras di Kabupaten Kudus, karena sumber kerusakan pintunya adalah minuman keras.
Jam buka dibatasi maksimal jam 22.00 WIB.
Pembatasan lokasi, sehingga tidak meresahkan masyarakat sekitar, misalnya dekat masjid, dekat sekolah.
Setelah PERDA pelarangan diskotik, klab malam, pub dan penataan karaoke di sahkan, jangan sampai pihak pengusaha menyiasati PERDA dalam bentuk usaha yang sah tapi kenyataan didalamnya masih ada praktik hiburan yang dilarang sebagaimana diskotik, klab malam, pub, dan karaoke yang telah dilarang dalam PERDA, contoh, izinya semacam rumah makan, atau yang lainnya tapi didalamnya ada praktik hiburan tersebut.
Bahaya 3 Kali Seminggu Memakan Mie Instan
19.8.14

Mengonsumsi mi instan sekali waktu mungkin masih boleh. Tapi penelitian yang dilakukan oleh ilmuwan Amerika Serikat menemukan risiko kesehatan yang berbahaya jika Anda mengonsumsi mi instan 2-3 kali seminggu.
Dr. Shin yang memimpin penelitian mengatakan mi instan dapat meningkatkan risiko sindrom kardiometabolik seperti jantung, stroke dan diabetes. Padahal, penyakit ini merupakan penyebab kematian hampir di seluruh dunia.
"Selain mengandung bahan pengawet, mi instan juga memiliki bahan kimia yang disebut bisphenol A (BPA) yang digunakan untuk mengemas mie dalam wadah sterofoam," kata Shin pada Dailymail, Kamis
Penelitian telah menunjukkan bahwa BPA mengganggu cara hormon mengirim pesan melalui tubuh, khususnya estrogen. Maka itu, Dr. Shin sangat menghimbau wanita pada khususnya untuk tidak terlalu banyak mengonsumsi mi instan.
"Konsumsi ramen relatif tinggi pada populasi Asia, penelitian difokuskan terutama di Korea Selatan, karena kecenderungan rakyatnya mengonsumsi mie instan merupakan yang tertinggi di dunia. Dalam beberapa tahun terakhir, buktinya, Korea Selatan telah mengalami peningkatan risiko penyakit jantung, dan dewasa obesitas," kata Dr Shin.
Mudik Asyik Bersama Mas Blangkon (@PKSjateng)
30.7.14

Selamat Tinggal Ramadhan
Di atas kaidah ini, dibangunlah cara bagaimana berpisah dengan bulan Ramadhan. Saat berpisah dengan bulan Ramadhan, ada dua macam orang:
Di Depan Pusara Murabbi
26.7.14
Pengamen itu terlihat kumal. Bibirnya hitam akibat asap rokok. Di telinganya terlihat tiga buah tindikan besar berwarna-warni. Ia mengenakan celana jeans robek dan sepatu kets yang tak kalah buruk. Penampilannya persis diriku lima belas tahun silam, ketika baru lulus SMP. Tanpa bermaksud menghakimi pengamen itu, aku dulu adalah anak brandal. Pekerjaanku adalah mengamen dengan paksa, meminta uang kepada penumpang sambil berteriak tanpa menggunakan satu pun alat musik. Mungkin sebetulnya bukan mengamen, tapi tepatnya memalak. Aku tahu suaraku tak mungkin menghibur. Aku tak segan menunggu untuk memaksa penumpang mengeluarkan uang sekedar seribu – dua ribu dengan dalih solidaritas sosial dan kebersamaan. Aku bilang untuk makan, meski aku yakin mereka tahu bahwa uang itu aku habiskan untuk beli rokok dan minum-minum dengan teman-teman sesama pengamen.
Mengingat hari-hari itu dan membandingkannya dengan kini, adalah hal yang selalu membuat aku ingin menangis. Kini, bahkan di bus malam ini aku berbaju koko, di tasku ditempel logo One Day One Juz, sebuah komunitas pembaca Al-Quran yang sedang marak. Mushaf Al-Quran selalu ada di dalam tas kemanapun aku melakukan perjalanan sebagai teman terbaik. Berbeda dengan dulu, di mana rambutku kumal, kulit kusut karena jarang mandi. Kemana-mana selalu membawa rokok. Hidupku sangat kacau dan tidak ada rasa tenteram dalam hati. Bahkan tak jarang pada masa-masa itu, aku berharap kematian segera datang.
Sampai tiba pada hari itu. Ketika Tuhan menunjukkan kasih sayang-Nya melalui seorang ustadz muda yang membuat hatiku basah, dan membuka jalan hidupku hingga tenteram seperti sekarang. Ia yang selama lima tahun berikutnya menjadi guru ngajiku. Ia yang dengan sabar mengajariku membaca buku iqra meski aku terbata-bata. Ia yang rela waktu demi waktunya aku sita untuk menjawab semua pertanyaan-pertanyaanku tentang Tuhan, terutama mempertanyakan keadilan-Nya untuk aku dan keluargaku.
Aku sedang duduk di halte bis pada pertemuan pertamaku dengannya saat itu. Waktu itu aku sudah kehabisan akal dan rasa lapar menusuk ke ulu hati. Aku nyaris mencuri ketika dari balik tikungan ia memberikan nasi kotak berisi rendang nasi padang. “Mas, maaf, nasi kotak ini boleh untuk mas. Kebetulan tadi saya dapat dari seminar.” Tuturnya dengan senyum lembut ketika itu. Bahasanya sopan. Air mukanya bersih dan penuh aura iman. Baju kokonya sudah tidak putih, tapi tetap terlihat bersih. Janggut tipis di ujung dagunya membuatnya terlihat kalem dan alim. Setelah mengucapkan terima kasih, aku makan dengan lahap dan ia duduk di dekatku menunggu bis pulang. Di situlah untuk pertama kalinya aku merasakan hatiku gerimis dan dadaku bergetar.
***
“Bang, partisipasinya bang…” suara pengamen menyadarkanku dari lamunan. Cepat-cepat aku rogoh selembar uang dua ribuan untuknya, setelah mengucapkan terima kasih, pengamen itu menyusur ke kursi-kursi belakang. ia tidak seburuk aku dulu.
Seorang perempuan yang sedang hamil naik di tengah perjalanan. Padahal hari sudah malam. Lelaki di ujung sana yang melihatnya segera bergeser memberi tempat. Perempuan itu duduk bahkan tanpa mengucapkan terima kasih. Mungkin sudah seharusnya.
Di luar sana, gelap menyelimuti bumi. Seiko KW di lenganku sudah menunjukkan pukul sembilan malam lewat lima. Jalanan di luar nampak lengang. Aku memandang jauh keluar jendela, papan reklame dengan cahaya yang terang memberontak malam yang kelam, menyilaukan mataku.
***
Yang membuat hatiku gerimis sewaktu pertemuan pertama dengan lelaki, yang kemudian aku panggil ustadz itu adalah ketika ia menanyakan kabar keluargaku. Pertanyaannya itu membuat aku serta merta teringat ibu di kampung. Sekalipun hidupku hancur, ibu bagiku tetaplah ibarat nyawa. Ia adalah harta satu-satunya yang aku punya. Ayahku sudah meninggal ketika aku kecil, dan aku satu-satunya pewaris keluarga. Pewaris kesusahan dan kemiskinan. Setiap ingat ibu aku selalu bergetar. Rasa sayang dan cintaku untuknya berderai-derai. Pakaian ibuku adalah kesusahan dan kemiskinan. Miskin dan keras sudah menyatu dalam hidupnya, menjadi nafas dan nyawanya. Ia yang berhutang kesana kemari untuk memberiku ongkos sekolah pagi hari. Ibu bagiku adalah dasar lautan terdalam. Sekalipun di dunia ini ada lautan yang paling dalam, cinta ibu kepadaku jauh lebih dalam. Jika gunung tinggi menjulang, cinta ibu padaku lebih menjulang. Itulah kenapa sekalipun aku brengsek, selalu ibu yang mengerik punggungku ketika aku sakit dengan uang logam dan minyak tanah sampai tertidur. Tak sekali dua kali dalam momen seperti itu aku mendengar untaian doa dan harapannya ketika aku hendak lelap. “Gusti, berikan jalan pada anakku untuk mengenal agama…” doanya sederhana. Agar aku mengenal agama. Tiba-tiba mataku berlinang air mata…
Ibuku memang tak kenal agama terlalu baik. Hanya saja ia sangat hormat pada pak kyai dan selalu shalat lima waktu meski di kemudian hari aku tahu bacaannya berantakan. Tak masalah bagiku, karena kesusahan dan kemiskinan sudah cukup menjadi cara Tuhan untuk mencintainya. Dengan sabar yang dijalani ibu dalam kesusahan itu, Tuhan akan mencintainya.
Pertanyaan Ustadz berwajah teduh itu menyentak hatiku, dan entah mengapa aku tiba-tiba ingin memperbaiki diri…
***
Sejak obrolan pertama itu, lantas aku mulai tertarik untuk mengaji pada ustadz muda bernama Hisyam itu. Belajar mengeja mulai dari iqra satu. Aku membaca a-ba-ta-tsa dengan tertatih, tapi kemajuanku cukup pesat. Sekalipun brandal, otakku memang cukup encer sejak kecil.
Aku mengaji setiap malam senin. Aku absen tidak ikut nongkrong di perempatan Cibinong hanya setiap malam senin. Malam-malam lainnya aku masih malak di dalam bis bersama teman-teman nongkrong. Masih merokok dan tak jarang minum-minuman keras. Tertawa dan menggoda cewek-cewek yang lalu lalang. Ustadz Hisyam tak pernah memaksa aku untuk berhenti. Ia hanya mengajari aku mengaji yang kemudian aku kenal dengan istilah halaqah. Pembinaan sepekan sekali itulah yang membuat hatiku lambat laun terwarnai oleh nilai-nilai Islam. Ustadz Hisyam bercerita bagaimana perjuangan Nabi ketika menyebarkan Islam, ketika memimpin perang, juga ketinggian akhlak beliau. Ustadz muda itu juga berkisah tentang para sahabat ketika mendapatkan ujian, tak sedikit di antara mereka merupakan kaum miskin sepertiku. Amar bin Yassir dan bilal bin Rabah adalah dua nama yang paling kukenal. Tapi tentu paling menarik adalah Umar bin Khattab. Aku paling suka karena sahabat Umar dikenal kuat dan tak punya rasa takut kepada musuh. Untuk seorang anak jalanan seperti aku, sifat Umar tentu sangat heroik.
Aku tak pernah bosan halaqah dengan ustadz Hisyam. Ia mengajariku akhlak yang baik. Ngaji dengannya tak hanya ceramah, tapi sikap kesehariannya adalah Islam itu sendiri. Ia berasal dari keluarga sederhana, mungkin cenderung miskin dibanding para ustadz lainnya. Pernah suatu kali dalam sebuah demonstrasi di Monas, kaos ustadz hisyam adalah yang paling kumal di tengah ribuan pendemo yang mengenakan pakaian putih. Ia sederhana. Satu pagi ia mengayuh sepeda untuk sekedar memberitahu, “Akhi, nanti jam setengah tujuh ada demo di Bundaran HI. Antum jangan tidak datang, ya.” Selepas itu ia kembali mengayuh sepeda ke rumahnya di kecamatan sebelah. Ia tak pernah mengeluhkan kemiskinan sepertiku, ia katakan bahwa kekayaaan sebenarnya bukan pada harta tapi ada pada hati.
“Akhi, lapangkanlah hatimu. Lapang, selapang sabana. Sekalipun di sana ada gajah, harimau, jerapah, sabana itu akan tetap terlihat luas. Tetapi jika hatimu sempit, sesempit kamar-kamar tidur, jangankan gajah, seekor ayam akan membuatnya sempit. Luaskanlah hatimu. Luas, seluas samudera. Sebanyak apapun sampah masuk dari sungai-sungai di muara, ia akan tetap jernih. Tetapi jika hatimu sempit, sesempit air di dalam gelas, jangankan sampah dari sungai, setetes tinta dari pulpen akan membuatnya kotor. Masalah itu rupanya bukan di luar, tapi ada pada hati kita, di sini” katanya suatu kali seraya mendekapkan tangan ke dada.
Bagaimana mungkin aku tak hormat pada sosok ustadz sederhana dan ikhlas seperti itu? Untuk itulah malam ini, aku bertolak ke Cirebon, mengobati rindu tak tertahankan yang meluap-luap dalam dadaku. Sudah tak jumpa sepuluh tahun semenjak ia pindah dari Bogor ke Cirebon, ingin rasanya bersilaturahmi dan mengucapkan terima kasih karena membuka jalan bagi hidupku untuk menjadi lebih baik.
Kini, aku sudah mengenal agama jauh lebih baik. Aku mempunyai dua kelompok binaan yang semuanya anak-anak jalanan. Dalam beberapa acara tatsqif kerap menggantikan narasumber yang berhalangan, juga mengisi acara-acara outbound dalam kapasitasku sebagai seorang kepanduan.
Malam semakin larut, aku mulai mengantuk..
***
Pagi ini aku terpaku…
Aku terpekur di samping sebuah pusara seorang ustadz yang sangat aku cintai.
Aku duduk menangis dan tak henti mengirim doa. Lisanku terus menerus mengirim fatihah untuknya..
Aku teringat ucapan lirih terakhir ustadz Hisyam pada halaqah perpisahan itu. “Akhi, doakanlah ana dalam sujud-sujud antum, sebagaimana ana pun mendoakan antum dalam sujud-sujud ana.”
Aku paham bahwa rumus kehidupan hanya dua: meninggalkan atau ditinggalkan. Tapi aku merasa begitu berat untuk menerima kenyataan bahwa ustadz yang telah mengenalkan aku ke dalam dekapan hidayah telah kembali kepada-Nya, terbaring di balik tanah ini. Semoga antum mendapatkan apa yang seharusnya antum dapatkan, ya ustadzunal kiram… Almahbuub.
Beberapa waktu lalu aku sempat merasa semangatku turun sama sekali. Bersamaan dengan semangat ikhwah lain yang juga turun. Aku sungguh khawatir menjadi orang-orang yang runtuh ketika yang lain tetap teguh. Menjadi bagian yang terkapar ketika yang lain berusaha tetap tegar.. Aku mengkhawatiri diriku termasuk ke dalam mereka yang berguguran di jalan dakwah.
Militansi yang turun itu kemudian berakibat pada rendahnya intensitas kehadiranku dalam halaqah. Lama-lama aku mulai terlalu kritis bahkan curga pada setiap kebijakan qiyadah, bahkan mungkin terlalu sinis. Aku merasa berada pada jalan yang benar dan satu-satunya yang objektif. Qiyadah sempat kupandang sebagai bagian dari kelompok yang naif.
Tapi aku teringat nasehat ustadz Hisyam untuk menengok hati, dan aku sadari sikap sinis dan lemahnya militansiku dalam dakwah adalah akibat dari lemahnya imanku, dari rendahnya qiyamullail yang kian jarang, dari tilawah yang terus tergerus, dari dzikir yang tak lagi terukir dan dari sujud yang tak lagi syahdu.
Justru lemahnya iman yang membuat semangatku lemah, lalu lama-lama aku hanya menjadi pengamat dakwah, tanpa kontribusi. Pagi ini aku semakin sadar akan nasihat Murabbi yang terus menerus hidup di dalam hatiku.
Aku masih terduduk, membayangkan senyumnya ketika bergurau dalam halaqah..
Dan membayangkan air matanya ketika memimpin doa rabithah..
Lalu aku menginsafi diri, atas kelemahan iman serta kontribusiku dalam dakwah.
Sumber: http://www.dakwatuna.com/2014/07/26/55087/di-depan-pusara-murabbi/#ixzz38X3zRdZu
Follow us: @dakwatuna on Twitter | dakwatunacom on Facebook
Nomor Telepon Penting Mudik Lebaran 2014
21.7.14
Call Center Jasa Marga (021) 80880123, 80883210
SMS Center Info Jalan Tol 0813 8006 8000
Tol Jakarta–Bandung 021 80880123
Tol Semarang 024 7607777
Tol Surabaya 031 7879999 / 031 7878080
Tol Belmera 061 6611701
Tol Palikanci 0231 484268
TELEPON PELABUHAN DAN BANDARA
Bandara Polonia dan Pelabuhan Belawan 061 694718/061 694718
Pelabuhan Palembang 0711 420103
Bandara Raden Intan Lampung 0721 31144
Pelabuhan Merak Banten 0254 571083/0254 572491
Bandara Soekarno Hatta 021 5506068
Pelabuhan Tanjung Priok 021 43931945
Bandara Husain Sastranegara 022 6043378
Pelabuhan Cilacap 0282 534825
Pelabuhan Semarang 024 3543424
Bandara Adi Sucipto Yogyakarta 031 3293231 / 031 3293554
Pelabuhan Probolinggo dan Pelabuhan Bayuwangi 0335 421917
Pelabuhan Gili Manuk Denpasar dan Bandara Ngurah Rai 0361 93510433
TELEPON KEPOLISIAN
Ditlantas Polri (021) 798 9702, SMS : 9119
Polsek Jonggol (021) 899 311 74
Polsek Merak (0254) 571 210
Polsek Karawang (0267) 402 204
Polsek Karawang (0267) 402 516
Polsek Pabuaran (0260) 711 873
Polres Subang (0260) 411 209
Polsek Nagrek (022) 794 310
Polsek Ciasem (0260) 520 110
Polres Banjar (0265) 745 943
Polsek Majenang (0280) 621 010
Polwil Cirebon (0231) 358 104
Polres Indramayu (0234) 272 708
Polsek Kandanghaur (0234) 505 510
Polsek Losarang (0234) 505 110
Polsek Lohbener (0234) 274 401
Polsek Karangampel (0234) 484 210
Pol-pjr jatibarang (0234) 351 029
Polsek Juntinyuat (0234) 428 007
Polsek Sukra (0234) 610 011
Polsek Arjawinangun (0231) 357 110
Polsek Ciwaringin (0231) 342 700
Polsek Depok Cirebon (0231) 341 101
Polsek Paliman (0231) 341 240
Polsek Kedaung (0231) 486 722
Polsek Sumpiuh (0287) 711 10
Polsek Bumiayu (0289) 432 107
Polsek Kutoarjo (0275) 641 110
Polres Pekalongan (0285) 910 23
Polres Kendal (0294) 381 512
Polres KUdus (0291) 433 008
Inilah Real Count Internal: Prabowo-Hatta Unggul!!
11.7.14
JAKARTA - Hari ini kubu pasangan calon presiden (capres) Prabowo Subianto-Hatta Rajasa merilis hasil real count sementara perolehan suara pemilu presiden (pilpres) 2014. Mereka mengklaim, pasangan capres nomor urut 1 memimpin dengan perolehan 51,67 persen suara.
Real count ini berdasarkan hasil penghitungan resmi di setiap TPS yang kemudian dilaporkan oleh saksi Prabowo-Hatta. Sampai pukul 18.20 WIB, laporan yang sudah masuk sekitar 60 persen.
"Sudah 82.975.065 suara yang masuk atau kurang lebih 60 persen. Pasangan nomor 1 mendapat 51,67 persen, pasangan nomor 2 48,33 persen," kata anggota tim pemenangan Prabowo-Hatta, Taufik Ridho dalam konferensi pers di Rumah Polonia, Jakarta Timur, Kamis (10/7).
Taufik menjelaskan, angka-angka tersebut akan terus berubah setiap menit seiring dengan masuknya laporan-laporan baru. Tim Prabowo-Hatta menargetkan proses real count ini akan selesai pada hari Sabtu (12/7).
Untuk saat ini, data yang sudah cukup lengkap berasal dari wilayah Sumatera dan Jawa. Sementara untuk wilayah Indonesia timur, terutama Provinsi Papua dan Papua Barat datanya masih sangat minim.
"Tapi biasanya kalau data sudah masuk 60 persen trennya sudah bisa kelihatan," ujar Taufik.
Lebih lanjut Taufik menegaskan bahwa real count dilakukan bukan untuk mempengaruhi opini publik atau sebagai intimidasi. Menurutnya, data yang dikumpulkan berfungsi sebagai pembanding dengan hasil final KPU nantinya.
"Data ini untuk acuan bagi internal jika nanti terjadi sesuatu. Kita juga akan terus melakukan real count untuk penghitungan di tingkat kelurahan, kecamatan, kabupaten kota dan seterusnya," pungkas Sekjen PKS ini. (dil/jpnn)
http://www.pkspiyungan.org/2014/07/real-count-internal-prabowo-hatta-5167.html