Mochamad Ridwan Kamil, ST.MUD. Lahir di Bandung, 4
Oktober 1971. Berlatar belakang sebagai seorang arsitek, dosen, dan
aktivis sosial. Ridwan Kamil yang biasa dipanggil Emil ini merupakan
putra dari pasangan Dr. Atje Misbach, S.H (alm.) dan Dra. Tjutju
Sukaesih.
Bersama dengan Oded Muhammad Danial, keduanya akan memimpin kota
Bandung hingga tahun 2018 mendatang, setelah dilantik secara resmi pada
16 September 2013 yang lalu. Pasangan yang diusung oleh Partai Keadilan
Sejahtera dan Gerindra ini, unggul secara telak dari tujuh pasangan
lainnya pada pemilukada Kota Bandung periode 2013 – 2018.
Sebelum terpilih jadi Walikota Bandung, Emil dikenal sebagai aktivis
dan penggagas Indonesia Berkebun, gerakan sosial yang memanfaatkan
kemajuan di bidang internet dan media sosial untuk menggerakkan
masyarakat agar mau mengubah lahan kosong perkotaan menjadi lahan hijau
yang bermanfaat. Dalam 6 bulan, gerakan komunitas Indonesia Berkebun ini
berhasil menyebar ke 14 kota dan kini menjadi salah satu sosok Web
Heroes. Komunitas ini didirikan oleh Emil dan Shafiq Pontoh. Gerakan ini
dimulai dari ajakan dari akun twitter milik Emil pada Oktober 2010
untuk mendiskusikan
urban farming, yaitu dengan memanfaatkan ruang negatif yang tak terpakai di perkotaan menjadi tempat berkebun.
Sejak kecil Emil mempunyai daya imajinasi yang tinggi. Setiap ayahnya
pulang dari luar negeri selalu memamerkan kota-kota yang disinggahinya
melalui
slide show. Pikiran pecinta komik ini selalu melayang,
membayangkan tokoh-tokoh komik hidup disana. Inilah yang kelak akhirnya
memengaruhi desain gaya Emil yang cukup imajinatif dan tidak
konservatif.
Sebagai
pituin (asli) Bandung, Emil menempuh pendidikan
dasar hingga kuliah di kota Bandung. Pendidikan Emil dimulai dengan
belajar membaca, berhitung, dan bermain di TK Aisyiah Jalan Dago Barat
Bandung. Kemudian selama 6 tahun Emil sekolah di SD Banjarsari III Jalan
Merdeka Bandung. Pada masa-masa ini tak jarang Emil berjalan kaki dari
Dago Timur ke jalan Merdeka. Sejuk dan asrinya Jalan Haji Juanda saat
itu membuat jarak Dago Timur-Merdeka serasa dekat.
SMPN 2 Bandung di Jl. Sumatra adalah tempat Emil memulai
berorganisasi. Selain belajar, dia aktif di OSIS dan Pramuka. Kegiatan
ini tidak menghalanginya untuk menjadi bintang kelas, justru memberikan
pengalaman dan pengetahuan yang menjadi bekal jiwa kepemimpinannya
ketika dewasa.
Pendidikan berlanjut di SMA 3 Bandung. Masa remajanya diisi dengan
berbagai kegiatan olahraga, aktif di Paskibra. Emil selalu memotivasi
dirinya untuk terus berprestasi. Dia menantang teman-temannya untuk
bersaing menjadi yang terbaik di sekolah. Dia pernah menantang temannya,
siapa yang mendapat rangking satu akan diberi cakue. Emil menjadi
langganan mendapat hadiah cakue dan akhirnya memakan cakue itu
bersama-sama dengan temannya.
Emil kuliah di ITB jurusan arsitektur. Saat tugas akhir, sang ayah
wafat. Itulah tahun terberat dalam sejarah hidupnya. Berkat tekad yang
kuat dan kemampuannya memotivasi diri sendiri, dia dengan nilai A++.
Setelah lulus, sempat beberapa tahun mengajar di almamaternya, sebelum
akhirnya melanjutkan kuliah S2 di
University of California, Amerika, dalam bidang tatakota, tahun 1999 sampai tahun 2001.
Selepas menuntaskan pendidikannya di Amerika, Emil bekerja di firma
arsitektur di Amerika. Disana Emil meraih kehidupan yang layak, namun
sayang karena krisis moneter ia dipecat empat bulan kemudian. Hasil
pengalaman ‘
survive-nya’ di Amerika, dan teringat nasihat sang ibu, “
Ari neangan duitmah engke aya gantina, ari minterkeun batur tidak akan terukur nilaina”
(kalau mencari uang itu nanti bisa ada gantinya, kalau memintarkan
orang lain tidak terukur nilainya). Emil memutuskan untuk pulang ke
kampung halaman, Bandung. Emil kembali ke almamaternya menjadi dosen di
urusan arsitektur ITB. Bersama mahasiswa dari Rancang Kota, Desain
Produk, dan Elektro ITB, Emil melahirkan
Enerbike sebuah rancangan sepeda penghasil listrik.
Bersamaan dengan itu, Emil mendirikan firma arsitektur
Urbane,
singkatan dari Urban Evolution. Urbane juga bisa dibilang singkatan
dari Urang Bandung Euy. Melalui perusahannya ini, Emil menggarap
berbagai proyek di Indonesia, dan mancanegara. Konsep arsitektur yang
mengedepankan “
green system”, responsif terhadap lingkungan,
serta nilai artistik, menjadikan Urbane sebagai satu dari sepuluh firma
arsitektur terbaik di Indonesia.
Melalui firma arsitektur Urbane, karya Emil tersebar di berbagai
daerah Indonesia dan mancanegara. Dari masjid yang terbuat dari batako
yang terbuat dari abu letusan gunung merapi, Museum Tsunami di Aceh,
Sekolah anti gempa di Pangalengan Bandung, kawasan elit di Kuningan,
Jakarta, superblok di Cina, rancangan kawasan di Syria.
Puluhan penghargaan yang berkaitan dengan karya arsitektur dan tata
kota telah ia raih. Rancangan masjid Al-Irsyad yang ia persembahkan
untuk almarhum ayahnya, diganjar
Top 5 Best Building of The Year 2010 oleh ArchDaily, dan menjadi satu dari 25 masjid terindah di dunia versi Complex Magazine.
Tentu saja semua itu diraih setelah melalui banyak tantangan. Berkomitmen pada
rule-nya, ia juga berhasil mematahkan beberapa mitos untuk menjadi orang sukses, diantaranya :
- Sukses tak selalu diidentikkan harus berada di Jakarta sebagai pusat
perekonomian negara. Emil bersama Urbane membuktikan dengan meraih Top Ten Architecture Business Award dari BCI Indonesia selama dua tahun berturut-turut dan satu-satunya firma arsitektur yang berasal dari Bandung.
- Sukses tak selalu identik sebagai fully professional. Emil pun
berhasil menyeimbangkan antara sebagai seorang praktisi arsitektur dan
seorang akademisi.
- Sukses tak selalu identik dengan perusahaan berkaryawan banyak.
Urbane hanya memiliki 30 orang staf. Menurut Emil, perusahaannya
mengedepankan kualitas yang tidak melulu diukur dari ukuran kapasitas
karyawannya.
- Memenangkan persaingan pasar dengan visioning service yaitu kombinasi antara good design models dan kreativitas, sehingga Emil tak hanya sebagai tukang rancang bangun saja.
- Menebarkan jejaring hingga level global. Terbukti pendapatan Urbane Indonesia sebanyak 20% ditopang dari proyek luar negeri.
Termasuk juga ketika ia menaklukan sang istri,
Atalia Praratya.
Padahal saat itu saingannya lebih dari 30 orang. Atalia dimata Emil
sebagai sosok wanita impiannya yang berwawasan luas, pandai
berkomunikasi, bisa berbahasa Sunda dan bertubuh seksi. Baru-baru ini
juga diketahui ternyata Atalia masih memiliki garis keturunan dari
‘Pendiri Bandoeng’, Hoofd Penghulu Bupati Bandoeng Raden Haji Abdullah.
Keinginan kuatnya berhasil menaklukan sang pujaan hati beserta orang
tuanya. Emil mengaku diuntungkan oleh anggapan di masyarakat yang
menilai jurusan arsitektur memiliki prospek yang baik dimasa yang akan
datang.
Emil pun memutuskan untuk menikah. Saat itu usianya baru 25 tahun dan
belum mapan. Malahan, ia terpaksa mengaku miskin kepada pemerintah agar
mendapatkan pelayanan kesehatan. Bahkan Emil harus menemani istrinya
melahirkan di rumah sakit khusus masyarakat miskin. Kenangan itu masih
kuat di ingatannya, apalagi saat itu ia menunggu sang istri hampir
belasan jam dalam sebuah ruangan yang berisi belasan ibu-ibu yang sedang
menjerit-jerit saat melahirkan.
Kini, Emil beserta istri, Atalia Praratya, ditemani dua buah hatinya
Laetetia dan
Emmiril,
tinggal di sebuah rumah yang unik hasil rancangannya sendiri. Ventilasi
rumah ini terbuat dari tiga puluh ribu botol Kratingdaeng. Emil ingin
membuktikan bahwa sampah bisa disulap menjadi indah. Rumah tersebut
berada di Cigadung tidak jauh dari rumah ibunya, sengaja demikian agar
Emil bisa tetap berbakti pada ibunya sampai akhir hayat.
Meski kesibukannya sangat ketat, Emil tak pernah kekurangan waktu
untuk keluarga. Istrinya selalu mendampingi saat susah maupun senang,
memberikan nasihat dan semangat. Bagi Emil, kebahagiaan hidup bermula
dari kebahagiaan di rumah.
Selain itu, Emil memegang teguh sebuah filosofi ‘Hidup adalah
udunan
(kolaborasi). Banyak permasalahan publik bisa terpecahkan oleh jurus
jitu kolaborasi ini. Percaya bahwa kota di masa depan harus dibangun
dengan konsep bersama, Emil mendirikan banyak komunitas sosial di
masyarakat seperti
Bandung Creative City Forum (BCCF), gerakan Indonesia Berkebun,
Bandung Citizen Journal, Konsep
One Village One Playground, dll. Intinya, semua permasalahan yang ada di masyarakat bisa diatasi dengan kerja sama dan gotong royong.
Emil mencontohkan tentang terlantarnya 300 taman kota di Bandung
karena alasan tak adanya dana. Ketika taman kota terlantar ini diumumkan
pada warga dan komunitas kota, ternyata ada 300 komunitas yang siap
mengadopsi dan memelihara taman tersebut. Bahkan setiap taman bisa
diberi tema sesuai dengan komunitas yang memeliharanya. Solusi yang
begitu sederhana bukan?
Emil juga melakukan beberapa gebrakan unik pada awal menjabat sebagai walikota Bandung, misalnya:
- Naik Sepeda ke Kantor. Sebagai penghobi sepeda. Ia berkomitmen akan bersepeda jika tidak ada dinas luar.
- Rapat Dimulai dengan Indonesia Raya. Emil ingin membentuk tradisi
baru, sebelum rapat dimulai, wajib menyanyikan lagu Indonesia Raya.
- Wajibkan Pejabat Punya Twitter. Agar lebih cepat menyerap aspirasi
masyarakat, Emil meminta seluruh Satuan Kerja Perangkat Dinas (SKPD)
memiliki akun twitter. Ia memberi waktu dua hari untuk pembuatan akun
twitter di masing-masing instansi Pemkot Bandung.
- Hentikan Rapat Temui Demonstran. Rapat perdana Wali Kota Bandung
Ridwan Kamil bersama seluruh kepala dinas atau satuan kerja perangkat
daerah (SKPD) terhenti, akibat adanya aksi demo yang dilakukan oleh 50
orang dari LSM Gerakan Masyarakat Bawah Indonesia (GMBI) Distrik Kota
Bandung. Mendengar keramaian di luar, akhirnya Emil menghentikan rapat
sementara dan keluar menemui massa. Setelah mendengarkan tuntutan para
demonstran, akhirnya Emil kembali ke dalam ruang tengah melanjutkan
rapat. Massa pun bubar.
- Rombak Ruang Kerja. Ruang kerjanya yang dirasa terlalu besar baginya
dirombak dan diubah sesuai kebutuhannya. Selain itu Emil juga meminta
kepada dinas terkait untuk menjadikan Balai Kota sebagai Eco Office.
- Singkirkan Gadget Saat Rapat. Emil meminta kepada setiap peserta
rapat tidak boleh mengeluarkan gadget apa pun selama rapat berlangsung.
Lebih lanjut Emil mengajak seluruh kepala dinas bekerja dengan empat prinsip, erja keras, cerdas, tuntas dan ikhlas.
Masih banyak juga gebrakan-gebrakan lainnya yang cukup panjang bila
dipaparkan, misalnya komitmen bersama KPK untuk memberantas korupsi,
rencana angkot gratis, pengelolaan sampah, dan lainnya yang sudah ia
buat dalam
Grand Design untuk menata kembali kota Bandung.
Emil juga telah banyak menginspirasi orang yang berada di luar sana.
Pada bulan Maret 2013, Emil menjadi satu dari dua orang (yang satunya
adalah Walikota Barcelona) yang mendapat penghargaan “
Urban Leadership Award”
dari Universitas Pennsylvania. Orang Amerika terinspirasi oleh kerja
kreatif Emil membangun kota dengan menggerakkan partisipasi komunitas
dan warga. Penghargaan ini melengkapi puluhan pernghargaan lainnya yang
telah ia raih.
Tak hanya itu, sebuah media Amerika Serikat
Wall Street Journal (WSJ) juga menobatkannya sebagai ‘
Rising Star‘ Republik Indonesia. Dalam salah satu artikelnya yang berjudul ‘
In Indonesia, a New Breed of Politician Is on the Rise,
(8 Oktober 2013)’. Bersama Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo, Walikota
Surabaya Tri Rismaharini, Emil muncul sebagai tokoh baru yang dapat
memberikan harapan bagi Indonesia.
“Selama 15 tahun setelah pemerintahan Orde Baru yang kuat, yang
dipimpin Soeharto, dan kurang dari 1 tahun sebelum Indonesia mengalami
transisi kepemimpinan, muncul pemimpin dengan tampilan beda yang
didambakan oleh lebih dari 240 juta penduduk (Indonesia),” tulis
Wall Street Journal dalam artikel tersebut.
Keinginan tertinggi Emil cukup sederhana, bila orang sudah tiada
hanya meninggalkan nama. Emil ingin bila nanti ia telah tiada, ia ingin
meninggalkan inspirasi, ide, cerita yang orang lain akan lanjutkan.
(571)
http://suaramasa.com/warisan-inspirasiide-dan-cerita-ridwan-kamil/