Menteri Sosial Salim Segaf Al Jufri bermalam di rumah warga miskin di
Gunungkidul dalam rangka meninjau penerima bantuan bedah rumah tidak
layak huni (RTLH). Berikut laporan wartawan Harian Jogja, Ujang
Hasanudin.
Sebuah rumah di Dusun Lemah Bang, Desa Karangasem, Paliyan, Gunungkidul
nampak seperti rumah penduduk lainnya. Berbentuk limasan serta masih
berdinding
bambu.
Namun pada Kamis (20/2/2014) malam di rumah milik Amanat Ichsan
kedatangan tamu istimewa. Menteri Sosial Salim Segaf Aljufri rela tidur
di salah satu kamar di rumah mililk Amanat.
Tidak ada ruangan VIP lengkap dengan kamar mandi dalam, serta embusan
air conditioning (AC), layaknya kamar yang biasanya disediakan untuk pejabat negara.
Menteri asal Partai Keadilan Sejahtera itu hanya menempati sebuah kamar
kecil berukuran 2 x 3 meter, dengan satu bantal dan guling tanpa tempat
tidur permanen.
Salim menempati kamar yang berada di sudut kiri depan rumah tersebut.
Beberapa lubang angin dari anyaman bambu yang disebut gedek juga
terlihat kentara. Namun hal ini tidak menyurutkan Salim Segaf untuk
merasakan tidur di tengah warga miskin.
Mensos rela tidur dengan menggunakan kasur tipis seperti layaknya warga
miskin di dusun itu pada umumnya. ”Saya memang senang tidur di rumah
warga dan tidak di
hotel. Karena memang saya ingin merasakan suasana damai di tengah kemiskinan warga di dusun ini,” ungkap Salim Segaf Aljufri.
Sebelum tidur, Mensos menyempatkan berdialog dengan warga. Semuanya
tersaji dalam dialog ringan serta iringan musik tradisional campur sari.
Sang menteri pun benar-benar menikmati keramahan khas warga dusun. Pria kelahiran Solo
Jawa Tengah 17 Juli 1954 itu baru masuk kamar sekitar pukul 22.30 WIB, Kamis malam, setelah berdialog dengan warga.
Keesokan harinya, begitu bangun, Salim menyempatkan berolahraga dengan warga untuk mengelilingi dusun.
Hidangan ubi rebus dan belalang goreng dan teh manis sudah tersedia di
ruang tengah rumah Amanat. Salim langsung melahap belalang goreng dan
ubi. “Ternyata enak belalang goreng ini subhanallah, luar biasa. Saya
makan sampai kaki belalangnya,” ucap Salim.
Doktor Syariah lulusan Universitas Madinah
Arab Saudi ini mengaku baru pertama kali menyantap belalang goreng. Ia tidak menyangka harga belalang goreng melebihi harga daging sapi.
Menurutnya, belalang menjadi salah satu keunikan Gunungkidul yang tidak
ada di daerah lain sehingga bisa menjadi peluang usaha bagi warga.
Menurut Amanat Ichsan, Salim Segaf tidak banyak permintaan saat menginap
semalam di rumahnya. Untuk hidangan makan malam dan sarapan pagi Salim
sempat minta dibuatkan sayur
lombok ijo dan rebusan daun kates.
“Mintanya cuma itu saja,” kata Amanat. Amanat pun merasa bahagia rumahnya disinggahi oleh seorang menteri.
Pada tahun ini, tercatat Salim Segaf sudah dua kali berkunjung ke
Gunungkidul. Pertengahan Januari lalu ia mengunjungi rumah warga miskin
di Desa Dadapayu, Kecamatan Semin. Kunjungan kedua ke Kecamatan Paliyan
dan Kecamatan Playen ini juga juga mengunjungi warga miskin penerima
bantuan dari Kementerian Sosial.
Tahun ini, Gunungkidul menerima bantuan bedah rumah dari Kementerian
Sosial sebesar Rp2,1 miliar untuk merehab 210 rumah tidak layak huni di
Paliyan dan Playen. Selain bantuan bedah rumah, Kementerian Sosial juga
membangun 21 Kelompok Usaha Bersama dan empat sarana lingkungan di dua
kecamatan tersebut senilai Rp650 juta.
Kuota bantuan Kementerian Sosial tahun ini di Gunungkidul diakui Salim
terbanyak dibanding daerah lainnya di Indonesia. Hal tersebut karena
masalah kemiskinan masih tinggi di Gunungkidul.
Salim bangga menyaksikan rumah yang sudah direhab jumlahnya melebihi
dari nominal bantuan yang setiap RTLH sebesar Rp10 juta. “Saya senang
semangat warga Gunungkidul yang senang gotong royong,” kata Salim Segaf.
Menurut Salim, bantuan bedah rumah bukan prioritas mengatasi kemiskinan, melainkan hanya sebagai stimulan.
___
*sumber:
Harian Jogja
(FOTO atas: Menteri Sosial Salim Segaf Al Jufri (kanan) bersama Bupati Gunungkidul
Badingah saat berdialog dengan warga di Dusun Lemahbang, Desa
Karangasem, Gunungkidul, Kamis (20/2/2014) malam. (Ujang
Hasanudin/JIBI/Harian Jogja)