News Ticker :

>> KUDUS

>> Ruang Perempuan

INSPIRASI

>>TWITTER

Showing posts with label kpk. Show all posts
Showing posts with label kpk. Show all posts

"Akrobat Politik KPK Sudah Mencapai Tahap Berbahaya" | by @Fahrihamzah

21.11.13




by @Fahrihamzah 

1) KATA KPK: TAK BERWENANG USUT TNI (detik.com)

2) KPK kalau ada maunya tinggal bikin statemen. Dan pernyataannya langsung jadi UU yg dipercaya. Hebat!

3) NANTI kalau mau menerobos kemana2 seperti kasus TPPU tinggal bilang: UU KPK ITU LEX SPECIALIS. Hebat!

4) Sekarang, mulai ketahuan KPK kesepian..dalam UU 30/2002 tugasnya harusnya koordinasi kelembagaan.

5) Hal itu dimaksudkan oleh UU agar lembaga pemberantasan korupsi bukan hanya KPK. Tapi semua lembaga negara.

6) Setelah gagal lakukan tugasnya dan hampir semua lembaga mencurigainya. Mulailah mereka memainkan kartu TNI.

7) Mulai dari kerjasama memakai RTM Guntur, merekrut penyidik TNI, melatih penyidik di kopasus, dll.

8) Menyeret TNI sejauh ini ada maksudnya karena mereka sdh tidak punya teman. LSM dan Media bisa apa kalau ada apa2...

9) Masalahnya sekarang KPK menyatakan bahwa TNI tidak bisa mereka usut...dasar dari mana?

10) Gak ada dasarnya sama sekali...yang ada adalah permainan politik KPK yg sdh tidak punya teman...koordinasi gagal.

11) Kita tidak curiga TNI mau lindungi diri tapi pertanyaannya kalau ada korupsi di TNI trus siapa yang tangani?

12) KPK itu tidak perlu latihan militer..dia perlunya latihan investigasi...tuh kasus #Century mangkrak tuh...

13) Jadi akrobat politik KPK ini sdh mencapai tahap yang berbahaya...saya ingatkan...ini bahaya...inilah buah dari superbody.

14) Jaminan KPK atas korupsi TNI ini juga akan merusak TNI lantaran benerapa sebab:

15) Pertama, TNI mulai masuk ke wilayah sipil lagi, yaitu penegakan hukum. Ini bencana.

16) Kedua, sadar atau tidak TNI bisa saja merasa perlu ikut lebih jauh akibat adiknya (polri) dianggap gagal.

17) Faktor kedua itu bisa memperuncing perseteruan lama dan ini KPK bisa dianggap mengadu domba.

18) Ketiga, TNI bisa diserbu makelar yang cari aman karena bisnis dengan TNI steril dan aman.

19) Desas desus point ini sudah terasa. Banyak yang bilang aman bisnis dgn TNI. Bahkan juga saya dengar anak pejabat main lagi.

20) Mari kita waspadai bahaya..jangan biarkan siapun rusak TNI kita yg sekarang kita sedang perbaiki dengan dana besar sekali.

21) DPR dah rusak, POLRI dah, Kejaksaan dah, MA dah, Pemda dah, MK dah, ...apa semua mau dirusak? Wallahua'lam.

Kronologi Rekayasa Kasus LHI Terkuak Pada Hari Penangkapan AF

20.11.13

Felix Radjali, sales Williams Mobil, saat menjadi saksi di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat.

pkskudus.org - JAKARTA - Sidang lanjutan perkara dugaan suap daging impor dengan terdakwa Luthfi Hasan Ishaaq,  Senin (18/11) di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat  menghadirkan Felix Radjali, Oke Setiadi, Ahmad Azhar, dan Delly Agustian Pratama. Felix Radjali merupakan sales Williams Mobil, yang pada hari penangkapan Ahmad Fathanah (AF) tanggal 29 Januari 2013 datang ke Hotel Le Meridien atas permintaan AF.

Di hadapan majelis hakim Tipikor yang diketuai Gusrizal, Felix menceritakan, pada tanggal 29 Januari 2013 sekitar pukul 15 wib ia ditelepon AF untuk mengambil uang muka pembelian mobil Mercy S200 sebesar Rp 400 juta.  Ia sampai di Le Meredien sekitar pukl 17 wib dan oleh AF diminta untuk menunggu di lobi.

 “Tetapi menunggu sampai pukul tujuh Ahmad Fathanah tidak muncul, saya tanya ke resepsionis tidak ada yang tahu,” kata Felix.

Felix sempat berusaha mencari supir AF ke tempat parkir di basement hotel. Namun tidak ketemu. Karena AF tidak bisa dihubungi dan merasa tidak ada kepastian Felix memutuskan pulang.

Lebih lanjut Felix menceritakan, dalam perjalanan pulang istri AF, Septi Sanustika menelepon dirinya dan mangabarkan AF ditangkap petugas KPK.

Menurut Felix, AF sudah tiga kali memesan mobil di tempatnya bekerja. Dan pembeliannya selalu dengan leasing. Untuk pembelian mobil Mercy S200 AF baru memba booking fee sebesar Rp 25 juta.

Kedatangan Felix ke Le Meredian untuk mengambil sisa uang muka yang dijanjikan AF. Namun karena AF tidak kunjung muncul uang muka itu urung ia ambil. Padahal dia sudah menyiapkan tanda terima uang tersebut.

“Pembelian batal, karena uang muka tidak jadi dibayarkan,” jelas Felix.

Dalam persidangan sebelumnya ketika menjadi saksi untuk LHI, AF menyatakan bahwa uang Rp 1 miliar yang ia terima dari Indoguna bukanlah untuk LHI. Tetapi ia gunakan untuk kepentingannya sendiri, termasuk untuk membayar uang muka mobil yang dibelinya dari William Mobil.

AF juga menjelaskan, pada hari penangkapan dirinya sudah menghubungi sejumlah pihak untuk mengambil uang di Le Merdian. Selain Felix, AF juga menghubungi Ilham untuk mengambil uang sebesar Rp 250 juta. Uang tersebut untuk membayar furniture yang dibelinya. (HAS)

*http://tajuk.co/news/pada-hari-penangkapan-af-panggil-sales-mobil-untuk-bayar-dp

Ikhlas Demi Perjuangan Partai, Kader PKS Bersaksi di Pengadilan LHI Infaq-an Rp 1 Miliar

lhi dikriminalisasi

 pkskudus.org - Sidang lanjutan terdakwa Luthfi Hasan Ishaaq mendengar keterangan saksi tambahan terkait dugaan suap pengurusan kuota impor daging sapi dan pencucian uang.
Salah seorang saksi bernama Okeu Setiaji menuturkan, pernah memberikan duit Rp1 miliar kepada Luthfi.
“Kami berikan uang Rp1 miliar cash kepada beliau (Luthfi Hasan Ishaaq) sebagai infak,” kata Okeu saat bersaksi di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (18/11/2013).
Duit tersebut, diketahui buat membeli mobil. Okeu yang juga Kader PKS, menghendaki PKS punya mobil bagus. Apalagi, kata dia, saat itu hendak ada kunjungan tamu dari luar negeri.
“Agar diberikan kendaraan yang layak ketika terima tamu dari luar negeri,” jelasnya.
Namun, Okeu mengaku tak tahu mobil itu dibeli atas nama siapa. Yang pasti, kata dia, duit yang diberikan buat membeli mobil.
Mobil tersebut diketahui adalah VW Caravelle yang dibeli atas nama Luthfi Hasan Ishaaq. Namun dalam persidangan terungkap, mobil sempat coba disembunyikan menjadi aset milik PKS untuk menghindari penyitaan oleh KPK. Karena memang Mobil VW Carevelle tersebut dibeli dan diperuntukkan untuk partai, bukan individu Luthfi Hasan Ishaaq.

http://www.suaranews.com/2013/11/ikhlas-demi-perjuangan-partai-kader-pks.html?utm_source=dlvr.it&utm_medium=facebook

Ketika 'Jilbab Hitam' Mengguncang Arogansi Sebuah Media

15.11.13



Oleh @IndraJPiliang
   

#JilbabHitam di malam bekas hujan. Ia bersembunyi dlm dongeng raja2. Seperti jilatang yg menyusup di dedaunan, terinjak. Gatal.
   
#JilbabHitam berpena tajam. Berdawai kata2. Bertinta kelembutan yg mengerikan. Dendam tak sudah. Masih koma...
   
#JilbabHitam bekerja rapi. Seperti penyair yg piawai membajak kata2, menanam benih2 misteri, dlm rimba raya persaingan...
   
#JilbabHitam. Mungkin tak ada kebenaran. Mungkin hanya pembenaran. Ia pandai mengemasnya. Dlm nyanyian ombak...
   
Terlalu byk pertempuran. Dgn satu peperangan. Akankah bangsa ini sanggup atasi beban? Akankah #JilbabHitam gantikan Trio Macan?
   
@JusDalle: Hahaha, #JilbabHitam menulis dgn tenang namun mematikan :D | Nama2 yg disebut mulai terhuyung kasih jawaban.
   
Akur dg @fadjroeL. Kini (media) kelimpungan dg akun anonim. Dulu kan (anonim) dimuat juga infonya oleh @tempodotco @kompascom dll.
   
Aku tak menyebut akun anonim sbg akun fitnah spt @fadjroeL. Masalahnya, ketika media mengutip akun anonim, itu sulit diverifikasi.
   
Yg membesar2kan dan menempatkan akun anonim pd posisi penting juga media2 online. Dikutip. Skrg? Berbalik arah.
   
Entah kaidah dan teori jurnalistik mana yg dipakai ketika akun2 anonim jadi sumber berita. Kini justru berhadapan dg jurnalis sendiri.
   
#JilbabHitam bisa sj bukan wartawati. Bisa sj ia hanya pengumpul data ttg sirkulasi wartawan. Tak harus dia yg menulis. Bisa org lain.
   
Nada berang dlm kalimat2 #JilbabHitam terbaca. Dendam tak sudah. Ia spt menaruh arus listrik dlm setiap kata yg ditulis.
   
Mitos saja sering jadi referensi para ilmuwan. Jadi aku tetap tak menggeneralisir akun anonim sbg fitnah. Mrk berhak bersuara.
   
Akan sangat berbahaya kalau pers melakukan breidel versinya sendiri dg argumen "penulis tdk membuka identitas diri". (tulisan jilbabhitam dibredel alias didelete kompasiana –red)
   
Pers jg sering nulis begini: "Menurut sumber yg tdk mau ditulis namanya". Ini biasa dlm kaidah jurnalistik. Di layar TV: mukanya dihablur.
   
Ingat kasus @wikileaks kan? Betapa ia pernah jadi primadona pers dunia. Pahlawan kebebasan. Skrg kok alergi dg anonim?
   
Di area2 perang, ada @AnonOpsLegion yg juga dijadikan sumber pemberitaan. Ada legiun2 anonim di medan2 berat. Demi keamanan diri.
   
Anonymous adalah akun terkenal di dunia. Bagi yg tak setuju, dianggap sampah virtual. Bagi yg lain: informan seksi :D
       
Saran sy utk teman2 di TEMPO, spy tak blunder spt Pak SBY menjawab Bunda Putri, bikin artikel panjang sj di salah satu blog.
   
Reaksi balik nama2 yg disebut #JilbabHitam menurut saya tdk pas. Tak perlu utk ungkap siapa itu pemilik akun. Uraiannya aja dibalas.

*sumber: http://chirpstory.com/li/169199

______

Ini tulisan #JilbabHitam yang menghebohkan:


TEMPO dan KataData ‘Memeras’ Bank Mandiri dalam Kasus SKK Migas?

Saya adalah seorang perempuan biasa yang sempat bercita-cita menjadi seorang wartawan. Menjadi wartawan TEMPO tepatnya. Kekaguman saya terhadap sosok Goenawan Mohamad yang menjadi alasan utamanya. Dimulai dari mengoleksi coretan-coretan beliau yang tertuang dalam ‘Catatan Pinggir’ hingga rutin membaca Majalah TEMPO sejak masih duduk di bangku pelajar, membulatkan tekad saya untuk menjadi bagian dalam grup media TEMPO.

Dengan polos, saya selalu berpikir, salah satu cara memberikan kontribusi yang mulia kepada masyarakat, mungkin juga negara adalah dengan menjadi bagian dalam jejaring wartawan TEMPO. Apalagi, sebagai awam saya selalu melihat TEMPO sebagai media yang bersih dari praktik-praktik kotor permainan uang. Permainan uang ini, dikenal dalam dunia wartawan dengan istilah ‘Jale’ yang merupakan perubahan kata dari kosakata ‘Jelas’.

“Jelas nggak nih acaranya?”

“Ada kejelasan nggak nih?”

“Gimana nih broh, ada jale-annya nggak?”

Kira-kira begitu pembicaraan yang sering saya dengar di area liputan. Istilah ‘Jelas’ berarti acara liputannya memberikan ongkos transportasi alias gratifikasi kepada wartawan, dengan imbal balik tentunya penulisan berita yang positif. Dari kata ‘Jelas’, kemudian bergeser istilah menjadi ‘Jale’ yang menjadi kosakata slank untuk ‘Uang Transportasi Wartawan’.

Perilaku menerima uang sudah menjadi sangat umum dalam dunia wartawan. Saya pribadi jujur sangat jijik dengan perilaku tersebut.

Ketika (akhirnya) saya bergabung dengan grup TEMPO di tahun 2006, sebagaimana cita-cita saya dulu sekali, saya merasa lega.

“Setidaknya, saya tidak menjadi bagian dari media-media ecek-ecek yang kotor dan sarat permainan uang” pikir saya.

Dulu, saya berpikir, media besar seperti TEMPO, Kompas, Bisnis Indonesia, Jawa Pos dan sebagainya, tidak mungkin bermain uang dalam peliputannya. Dulu, saya pikir, hanya media-media tidak jelas saja yang bermain seperti itu.

Namun fakta berkata lain. Sempat tidak percaya karena begitu dibutakan kekaguman saya pada kewartawanan, Goenawan Mohamad, TEMPO dan lainnya, saya sempat menolak percaya bahwa wartawan-wartawan TEMPO, Kompas, Bisnis Indonesia, Jawa Pos, Antara dan lain-lainnya, rupanya terlibat juga dalam jejaring permainan uang.

Media-media tidak jelas atau yang lebih dikenal dengan media Bodrek bermain uang dalam peliputannya. Hanya saja, dari segi uang yang diterima, saya bisa katakan kalau itu hanya Uang Receh.

Mafia-nya bukan disitu. Media-media Bodrek bukan menjadi mafia permainan uang dalam jual beli pencitraan para raksasa politik, korporasi, pemerintahan. Adalah media-media besar seperti TEMPO, Kompas, Detik, Antara, Bisnis Indonesia, Investor Daily, Jawa Pos dan sebagainya, yang menjadi pelaku jual beli pencitraan alias menjadi mafia permainan uang wartawan.

Siapa tak kenal Fajar (Kompas) yang menjadi kepala mafia uang dari Bank Indonesia dalam permainan uang di kalangan wartawan perbankan?

Siapa tak kenal Kang Budi (Antara News) yang mengatur seluruh permainan uang di kalangan wartawan Bursa Efek Indonesia?

Siapa tak kenal duet Anto (Investor Daily) dan Yusuf (Bisnis Indonesia) yang mengatur peredaran uang wartawan di sektor Industri?

Banyak lagi lainnya, yang tak perlu saya ungkap disini. Tapi beberapa nama berikut ini, sungguh menyakitkan hati dan pikiran saya, sempat menggoyahkan iman saya, lantas betul-betul membuat saya kehilangan iman.

Adalah Bambang Harimurti (eks Pimred TEMPO yang kemudian menjadi pejabat Dewan Pers, juga salah satu orang kepercayaan Goenawan Mohamad di grup TEMPO) yang menjadi kepala permainan uang di dalam grup TEMPO.

Siapa bilang TEMPO bersih?

Saya melihat sendiri bagaimana para wartawan TEMPO memborong saham-saham grup Bakrie setelah TEMPO mati-matian menghajar grup Bakrie di tahun 2008 yang membuat saham Bakrie terpuruk jatuh ke titik terendah. Ketika itu, tak sedikit para petinggi TEMPO yang melihat peluang itu dan memborong saham Bakrie.

Dan rupanya, perilaku yang sama juga terjadi pada media-media besar lainnya, seperti yang sebut di atas.

Memang, secara gaya, permainan uang dalam grup TEMPO berbeda gaya dengan grup Jawapos. Teman saya di Jawapos mengatakan, falsafah dari Dahlan Iskan (pemilik grup Jawapos) adalah, gaji para wartawan Jawapos tidak besar, namun manajemen Jawapos menganjurkan para wartawannya mencari ‘pendapatan sampingan’ di luar. Syukur-syukur bisa mendatangkan iklan bagi perusahaan.

TEMPO berbeda. Kami, wartawannya, digaji cukup besar. Start awal, di angka 3 jutaan. Terakhir malah mencapai 4 jutaan. Bukan untuk mencegah wartawan TEMPO bermain uang seperti yang dipikir banyak orang. Rupanya, agar para junior berpikir demikian, sementara para senior bermain proyek pemberitaan.

Media sekelas TEMPO, Kompas, Bisnis Indonesia dan sebagainya yang sebut tadi di atas, tidak bermain Receh. Mereka bermain dalam kelas yang lebih tinggi. Mereka tidak dibayar per berita tayang seperti media ecek-ecek. Mereka di bayar untuk suatu jasa pengawalan pencitraan jangka panjang.

Memangnya, ketika TEMPO begitu membela Sri Mulyani, tidak ada kucuran dana dari Arifin Panigoro sebagai pendana Partai SRI?

Memangnya, ketika TEMPO menggembosi Sukanto Tanoto, tidak ada kucuran dana dari Edwin Surjadjaja (kompetitor bisnis Sukanto Tanoto)?

Memangnya, ketika TEMPO usai menghajar Sinarmas, lalu balik arah membela Sinarmas, tidak ada kucuran dana dari Sinarmas? Memang dari mana Goenawan Mohamad mampu membangun Salihara dan Green Gallery?

Memangnya, ketika grup TEMPO membela Menteri BUMN Mustafa Abubakar dalam Skandal IPO Krakatau Steel dan Garuda, tidak ada deal khusus antara Bambang Harimurti dengan Mustafa Abubakar? Saat itu, Bambang Harimurti juga Freelance menjadi staff khusus Mustafa Abubakar.

Memangnya, ketika TEMPO mengangkat kembali kasus utang grup Bakrie, tidak ada kucuran dana dari Menteri Keuangan Agus Martowardojo yang saat itu sedang bermusuhan dengan Bakrie? Lin Che Wei sebagai penyedia data keuangan grup Bakrie yang buruk, semula menawarkan Nirwan Bakrie jasa ‘Tutup Mulut’ senilai Rp 2 miliar. Ditolak oleh bos Bakrie, Lin Che Wei kemudian menjual data ini ke Agus Marto yang sedang berseberangan dengan grup Bakrie terkait sengketa Newmont. Agus Marto sepakat bayar Rp 2 miliar untuk mempublikasi data buruk grup Bakrie tersebut. Grup TEMPO sebagai gerbang pembuka data tersebut kepada masyarakat dan media-media lain, dapat berapa ya? Lin Che Wei dapat berapa?

Fakta-fakta itu, yang semula begitu enggan saya percayai karena fundamentalisme saya yang begitu buta terhadap TEMPO, sempat membuat saya frustrasi. Kalau boleh saya samakan, mungkin kebimbangan saya seperti seorang yang hendak berpindah agama. Spiritualitas dan mentalitas saya goncang akibat adanya fakta-fakta tersebut. Bukan hanya fakta soal permainan mafia grup TEMPO, tetapi juga fakta bahwa media-media besar bersama wartawan-wartawannya, lebih jauh terlibat dalam permainan uang dan jual beli pencitraan, layaknya jasa konsultan.

Mereka, media-media besar ini, tidak bermain Receh, mereka bermain dalam cakupan yang lebih luas lagi, baik deal politik tingkat tinggi, juga transaksi korporasi kelas berat.

Namun semua itu sebetulnya tidak terlalu saya masalahkan, hingga suatu hari saya lihat sendiri bahwa permainan uang dan jual beli pencitraan juga terjadi pada media tempat saya bekerja, TEMPO. Dikepalai oleh Bambang Harimurti sebagai salah satu Godfather mafia permainan uang dan transaksi jual beli pencitraan dalam grup TEMPO, kini tidak hanya bergerak dari dalam TEMPO, tetapi sudah menjadi jejaring antara grup TEMPO dengan para eks-wartawan TEMPO yang membangun kapal-kapal semi-konsultan untuk memperluas jaringan mereka, masih di bawah Bambang Harimurti.

Saya pribadi, memutuskan resign dari TEMPO pada awal tahun 2013. Muak dengan segala kekotoran TEMPO, kejorokan media-media di Indonesia, kejijikan melihat jejaring permainan uang dan jual beli pencitraan di kalangan wartawan TEMPO dan media-media besar lainnya.

Praktik mafia TEMPO kini semakin menjadi-jadi.

Agustus lalu, masih di tahun 2013, saya sempat mampir ke Bank Mandiri pusat di jalan Gatot Subroto. Saat itu, saya sudah resign dari grup TEMPO. Tak perlu saya sebut, kini saya bekerja sebagai buruh biasa di sebuah perusahaan kecil-kecilan, namun jauh dari permainan kotor TEMPO.

Di gedung pusat Bank Mandiri itu, saya memang janjian dengan eks-wartawan TEMPO bernama Eko Nopiansyah yang kini bekerja sebagai Media Relations Bank Mandiri. Ia keluar dari TEMPO dan pindah ke Bank Mandiri sejak tahun 2009, karena dibajak oleh Humas Bank Mandiri Iskandar Tumbuan.

Pada pertemuan santai itu, hadir juga Dicky Kristanto, eks-wartawan Antara yang kini juga menjabat sebagai Media Relations Bank Mandiri. Kami bincang bertiga. Pak Iskandar, yang dulu juga saya kenal ketika sempat meliput berita-berita perbankan sempat mampir menemui kami bertiga. Namun karena ada meeting dengan bos-bos Mandiri, pak Iskandar pun pamit.

Sambil menyeruput kopi pagi, saya berbincang bersama Eko dan Dicky. Mulai dari obrolan ringan seputar kabar masing-masing, hingga bicara konspirasi politik dan berujung pada obrolan soal aksi lanjutan TEMPO dalam ‘memeras’ Bank Mandiri terkait kasus SKK Migas.

Saya lupa siapa yang memulai pembicaraan mengagetkan itu, meski sebetulnya kami sudah tidak kaget lagi karena memang kami, kalangan wartawan (atau eks-wartawan) sudah paham betul perilaku wartawan.

Siapapun itu, Eko maupun Dicky menuturkan keluhannya terhadap grup TEMPO. Begini ceritanya.

“Ketika kasus suap SKK Migas yang melibatkan Kepala SKK Migas Rudi Rubiandini terkuak, saat itu beliau juga menjabat sebagai Komisaris Bank Mandiri. Dan memang harus diakui bahwa aktivitas transaksi suap, pencairan dana dan sebagainya, menggunakan rekening Bank Mandiri. Tapi ya itu kami nilai sebagai transaksi individu. Karena berdasarkan UU Kerahasiaan Nasabah, kami Bank Mandiri pun tidak dapat melihat dan memang tidak diizinkan menilai tujuan dari sebuah transaksi pencairan, transfer atau apapun, kecuali ada permintaan dari pihak Bank Indonesia, PPATK, pokoknya yang berwenang. Oleh sebab itu, kami tidak terlalu memusingkan soal apakah Bank Mandiri akan dilibatkan dalam kasus SKK Migas,” tuturnya.

“Tiba-tiba, masuklah proposal kepada divisi Corporate Secretary dan Humas Bank Mandiri dari KataData. Itu lho lembaga barunya Metta Dharmasaputra (eks-wartawan TEMPO) yang didanai oleh Lin Che Wei (eks-broker Danareksa). Gua kira KataData murni bergerak di bidang pemberitaan. Eh, nggak taunya KataData juga bergerak sebagai lembaga konsultan. Jadi KataData menawarkan jasa solusi komunikasi kepada Bank Mandiri untuk berjaga-jaga apabila isu SKK Migas meluas dan mengaitkan Bank Mandiri sebagai fasilitator aksi suap,” ungkapnya.

“Rekomendasinya sih menarik, KataData menawarkan agar aksi suap SKK Migas dipersonalisasi menjadi hanya kejahatan Individu, bukan kejahatan kelembagaan, baik itu lembaga SKK Migas maupun Bank Mandiri. Apalagi, Metta mengatakan bahwa tim KataData juga sudah bergerak di social media untuk mendiskreditkan Rudi Rubiandini dalam isu perselingkuhan, sehingga akan mempermudah proses mempersonalisasi kasus suap SKK Migas menjadi kejahatan individu semata,” jelasnya.

“Data-data yang ditampilkan KataData memang menarik, karena riset data dilakukan oleh IRAI, lembaga riset milik Lin Che Wei yang menjadi penyedia data utama KataData. Kalau tidak salah waktu itu data utang-utang grup Bakrie yang dibongkar TEMPO juga dari IRAI ya? Itu lho, yang tadinya ditawarin ke pak Nirwan dan karena ditolak kemudian dibayarin Agus Marto Rp 2 miliar untuk menghajar grup Bakrie,” papar dia.

“Kita sih waktu itu melaporkan proposal tersebut kepada para direksi Bank Mandiri. Dan selama sekitar 2 pekan, memang belum ada arahan dari direksi mau diapakan proposal tersebut. Penjelasan pak Iskandar (humas Bank Mandiri) sih, direksi masih melakukan koordinasi dengan Kementerian BUMN dan pemerintahan. Biar bagaimanapun ini isu besar, salah langkah bisa berabe akibatnya. Gua sih yakin, saat itu bos-bos lagi memetakan dulu kemana arah isu ini sebelum memberikan jawaban terhadap proposal yang masuk. Karena selain KataData juga ada dari pihak-pihak konsultan lainnya,” kata dia.

“Eeh, tau-tau Pak Iskandar bilang, gila, TEMPO makin jadi aja kelakuannya. Masak BHM (Bambang Harimurti) sampai menelpon langsung ke pak Budi (Direktur Utama Bank Mandiri Budi Gunadi Sadikin) terkait proposal KataData yang memang belum kita respon karena masih memetakan arah isunya. Secara tersirat kita tau lah telepon itu semacam ancaman halus dari BHM dan KataData bahwa jika tidak segera direspon, maka data-data akan dipublikasi, tentunya dalam cara TEMPO mempublikasi data dong yang selalu penuh asumsi dan bertendensi negatif,” ungkap dia.

“Menurut Pak Iskandar, meski sudah diperingati soal bahaya menolak tawaran (alias ancaman) TEMPO grup adalah terjadinya serangan isu negatif kepada Bank Mandiri, rupanya Pak Budi (Direktur Utama Bank Mandiri) bersikeras tidak takut terhadap grup TEMPO. Penolakan memberikan respon cepat terhadap proposal KataData pun disampaikan kepada BHM (Bambang Harimurti),” singkap dia.

“Alhasil, terbitlah Majalah TEMPO edisi 18 Agustus 2013 dengan judul Setelah Rudi, Siapa Terciprat? yang isinya begitu mendiskreditkan Bank Mandiri dalam kasus SKK Migas. TEMPO membentuk opini bahwa aksi suap Rudi Rubiandini tidak akan terjadi apabila Bank Mandiri tidak memfasilitasinya,” keluh dia.

“Ini kan semacam pemerasan halus atau pemerasan Kerah Putih dari jejaring TEMPO (Bambang Harimurti), KataData (Metta Dharmasaputra, Eks-Wartawan TEMPO) dan IRAI (Lin Che Wei, Eks-Broker Danareksa dan pendana utama KataData). Begitu edisi tersebut tayang, kita sih tepuk dada saja menghadapi mafia TEMPO dalam memeras korban-korbannya. Biasanya memang begitu polanya. Begitu ada kasus skala nasional, calon-calon korban seperti kita (Bank Mandiri) akan didekati oleh mereka, ditawari jasa konsultan dengan ancaman kalau tidak deal, ya di blow up. Padahal data yang mereka publish tidak sepenuhnya benar. Tapi semua orang juga tau kalau TEMPO sangat pintar memainkan asumsi dan tendensi negatif,” keluh dia.

Mendengar cerita tersebut, dalam hati saya bersyukur kalau saya sudah tidak lagi menjadi bagian dari TEMPO yang sudah tidak bersih lagi. Mereka sudah menjadi bagian dari praktik mafia permainan uang wartawan dan transaksi jual beli pencitraan. Sama saja dengan media-media lainnya kayak Kompas, Antara, Detik, Bisnis Indonesia, Investor Daily, Jawa Pos dan lain-lain.

Saya lega sudah dibukakan mata dan tidak lagi buta terhadap TEMPO maupun mimpi saya menjadi seorang wartawan yang bersih. Sulit menjadi bersih di kalangan wartawan. Godaan begitu banyak. Tidak hanya di luar organisasi tempat kamu bekerja, tetapi juga di dalam organisasi tempatmu bekerja.

Hampir mirip seperti PNS, mengikuti arus korupsi adalah sebuah keharusan, karena jika tidak, karirmu akan mandek. Korupsi yang melembaga tidak hanya terjadi di lembaga pemerintah. Jejaring wartawan, media seperti yang terjadi pada grup TEMPO, meski mereka seringkali memeras dengan ‘kedok’ melawan korupsi, toh kenyataannya grup TEMPO telah menjadi bagian dari praktik mafia permainan uang wartawan dan transaksi jual beli pencitraan.

TEMPO dan media-media besar lainnya tidak lagi bersih. Korupsi dalam grup TEMPO telah melembaga alias terorganisir, sebagaimana korupsi di organisasi pemerintahan, departemen dan sebagainya.

Saya bersyukur dibukakan mata dan dijauhkan dari dunia itu. Lebih senang dan tenang batin bekerja sebagai buruh biasa seperti yang saya lakukan kini.

Insya Allah jauh dari dunia hitam. (Jilbab Hitam, mantan wartawan Tempo/ KCM/Kompasiana)


*sumber: rimanews

Fathanah Menangis dan Menyesal karena Sering Mencatut nama Ust Luthfi

2.11.13



pkskudus.org - Mantan Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Luthfi Hasan Ishaaq, tak terima Ahmad Fathanah 'menjual' namanya ke sejumlah pihak untuk mendapatkan keuntungan tertentu.

Saat diberikan kesempatan menanggapi kesaksian para saksi dalam sidang kuota impor daging sapi di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis 31 Oktober 2013, Luthfi meminta Fathanah menjelaskan alasan penyebutan namanya dalam sejumlah percakapan yang disadap KPK.

Saat hendak menjawab pertanyaan koleganya itu, Fathanah sempat terdiam cukup lama. Ia tampak menundukkan wajahnya dan tak kuasa melanjutkan perkataannya. Matanya berkaca-kaca seakan tengah menahan tangis.

"Yang Mulia, dalam persidangan ini saya minta maaf karena saya tidak pernah diperintahkan ustadz Luthfi, saya sering mencatut nama beliau. Saya bisnis sendiri," ujar Fathanah dengan suara parau.


Mendengar suara Fathanah sesenggukan dan terbata-bata, majelis hakim pun mempersilakan Fathanah untuk tidak melanjutkan perkataannya.

"Sudah, sudah," kata majelis hakim.

Usai persidangan, Fathanah mengungkap alasan dirinya menangis di depan Luthfi Hasan. Ia mengaku merasa bersalah dengan kawannya semasa kuliah di Arab Saudi itu.

"Kasihan Pak Luthfi, saya merasa salah, saya menyesal sendiri, saya sedih," ucapnya.

Tak lama kemudian, Fathanah pun menyambangi Luthfi di ruangan terdakwa.

"Assalamualaikum ustadz," sapanya. Luthfi pun menjawab salam Fathanah, "Waalaikumsalam."

Keduanya kemudian tampak bersalaman. Pintu pun ditutup. Entah pembicaraan apa yang dilakukan keduanya. Yang jelas, ini kali pertama Fathanah mendatangi Luthfi dan berbicara dengannya selama kasus impor daging disidangkan.[vivanews]

"DECEPTION OPERATION OF INTELLIGENCE FOR PKS" Part I

24.10.13





DECEPTION OPERATION OF INTELLIGENCE FOR PKS

Bagian Pertama

*by Bang DW

1) Tulisan english nya rada serem ya, segala pake kata operation

2) Dibeberapa status saya, kata deception selalu menjadi kata pembuka buat status saya

3) deception artinya penyesatan

4) deception operation intelligence mungkn secara bahase orang kita adalah operasi penyesatan ala intelejen

5) Saya selalu gunakan kalimat tersebut karena terkait 'sesuatu' yang sedang dilakukan para pelaku dunia intelejen kita

6) Langsung saja kita ke TKP

7) Saya sebenarnya kecewa, hampir semua kepala otak pemimpin dan pengamat berbicara bunda putri, sengman, dan istana (SBY)

8) Hampir semuanya bahkan mungkin semuanya, ter sesat dalam gonjang ganjing sosok bunda putri dan istana

9) Sebenarnya itu PENYESATAN (deception)

10) Ayo lah, yang pernah paham ilmu komunikasi dan membangun opini

11) Gonjang ganjing bunda putri dan istana ini adalah bagian operasi penyesatan dari fokus perhatian masyarakat dari persoalan sesungguhnya

12) Ya masalah suap impor daging sapi itu sendiri

13) Siapa yang buat settingan sedemikian rapi dan terstruktur kasus per kasus (?)

14) Coba jawab pertanyaan saya, poin poin yang akhirnya 'dikaburkan' oleh opini bunda putri ini..

15) Siapa yang meng 'operate' seorang Elda Devianne Adiningrat (?)

16) Elda Devianne selalu menjadi titik sentral di dua kasus yang menjebak partai PKS (Kasus Impor Sapi dan Kasus Bank Jabar -ed), dan nama nya selalu dikaitkan sebagai sumber informasi..

(Red: catatan tambahan ttg Elda -- dikutip dari twit @DangTuangku):

- Elda mengapa tak dijadikan tersangka KPK. Padahal Elda lah yg ngaku punya kuota impor 8000 ton dari Hatta Rajasa (Menko Perekonomian) hingga AF seret LHI.

- Posisi Elda ini amat vital. Sehingga ia mau diselamatkan melalui penyidikan yg dilakukan kejagung dlm kasus benih.

- Dalam konstruksi kasus impor daging, Elda adalah awal mula kasus terjadi. Tapi dia justru selamat. Ada apa?

- Jika Elda tak bawa klaim punya kuota impor 8000 ton, tak akan indoguna tertarik. Jika bukan krn Elda, AF takan dikenalkan ke Indoguna.

- Dari konstruksi kasus, Elda lah yg menyebabkan LHI terseret via AF. Tapi mengapa Elda tak dijadikan TSK oleh KPK???

17) Lalu siapa yang membebaskan Ahmad Fathanah dari penjara federal Australia (?)

18) Lalu setelah keluar, Ahmad Fathanah seolah-olah sengaja punya misi masuk ke lingkaran elite PKS bermodal bahasa arab dan kuliah di timur tengah (infiltrasi 'penyusupan' yang tidak pernah ditanyakan)

19) Siapa Yudi Setiawan yang ternyata tak lebih 'nazarrudin' dari partai golkar (Bendaharanya sayap Golkar -ed), bendahara umum GEMA MKGR, anak sayap partai golkar yang lucunya kenal dgn Dipo Alam dan Andi Arief 'orang istana' (seperti ada settingan sosok Yudi Setiawan adalah pion membangun opini, bahwa kasus Yudi adalah maenan istana kepada PKS)

20) Lalu siapa Saut Situmorang yang anggota BIN sekaligus dosen UI, dan terlibat di DAS BIN, yang rumahnya disewa keluarga Darin Mumtazah (?)

21) Siapa ibunda Darin Mumtazah dan apa pekerjaan nya bersama Fathanah (?)

22) Lalu siapa yang memberi inisiatif di KPK terkait operasi tangkap tangan kepada Fathanah (?)

23) Lalu siapa yang dirugikan atas peraturan menolak daging dan buah impor (Peraturan dari Menteri Pertanian -ed)

24) Dan media media apa saja yang antipati pada nilai kebenaran kasus suap impor sapi (?)

25) Jawab lah pertanyaan pertanyaan diatas, maka akan diketahui rangkaian kasus suap impor daging sapi

26) hmmmm

27) bang DW akan berikan jawaban nya pada bagian ke dua

*by bang DW

(mbari nyumput di poon kersen samping KPK)

sumber: https://www.facebook.com/photo.php?fbid=3508632811693&set=gm.463741743745097&type=1&theater

>> PILKADA UPDATE

>> TAUJIH

Alam Islami

 
 photo pksno3_zps07baf103.gif
© Copyright pks-kudus 2010 -2011 | Design by Herdiansyah Hamzah | Published by Borneo Templates | Powered by Blogger.com.