News Ticker :

>> KUDUS

>> Ruang Perempuan

INSPIRASI

>>TWITTER

Showing posts with label inspirasi. Show all posts
Showing posts with label inspirasi. Show all posts

Heboh, Emak-emak PKS Kudus Mabar Jelang Ramadhan

1.4.22


Bae, Emak-emak Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Kecamatan Bae Kabupaten Kudus yang tergabung dalam BPKK (Bidang Perempuan dan Ketahanan Keluarga) DPC PKS Bae mengadakan Mabar atau Masak Bareng Makan Bareng Jumat tadi (01/04). Kegiatan Mabar Perempuan PKS dilaksanakan pada pukul 08.00 hingga 11.00 WIB di rumah salah satu kader PKS Kecamatan Bae, Ibu Heni, Desa Dersalam.

Dukung Program Dr. Salim, PKS Kudus Beli 1 Ton Cabe Petani

31.8.21


 

Sebagai bentuk dari anjuran yang disampaikan oleh Ketua Majelis Syuro PKS, Dr. Salim, untuk selalu memudahkan dan melayani masyarakat, PKS Kudus mengambil langkah kongkrit untuk langsung turun ke lapangan menjaring aspirasi ke masyarakat.

Sebagai tindak lanjut terhadap keluhan yang disampaikan oleh kelompok petani di Desa Kesambi Kec. Mejobo kepada Anggota Dewan Provinsi Jawa Tengah Fraksi PKS, H. Setia Budi Wibowo dimana para petani banyak mengeluhkan harga jual cabai yang sangat minim, maka DPD PKS Kudus membuat Program “Beli Cabai Petani 1 Ton"

PKS Kudus Salurkan Bantuan Corona 100 Juta Rupiah

30.5.20



Ketua DPD PKS Kabupaten Kudus, Sayid Yunanta, pada masa pandemi Covid-19 hingga hari ini bersama Tim Gugus Tugas Covid-19 PKS telah menyalurkan bantuan senilai Rp. 100.000.000,- (seratus juta rupiah).

Sayid Yunanta Apresiasi Perusahaan di Kudus Komitmen Putus Penyebaran Corona

13.5.20



Kota - Sebagai bagian dari usaha untuk memutus rantai penyebaran virus corona, Pemerintah telah melakukan anjuran-anjuran untuk masyarakat dan perusahaan. Penyebaran bisa memungkinkan terjadi di tempat yang melibatkan titik kumpul karyawan yang besar.

Beberapa perusahaan di Kabupaten Kudus telah menyesuaikan dengan anjuran-anjuran Pemerintah. Dikutip dari media online ISK, Sayid Yunanta,

Selapanan PKS Mejobo Kudus Santuni 20 Janda

30.1.20



Mejobo Kudus, Dewan Pengurus Cabang Partai Keadilan Sejahtera (DPC PKS) Kecamatan Mejobo Kabupaten Kudus kembali mengadakan Pengajian selapanan yang dihadiri oleh Jamiyah Taklim Sedjuk kemarin (28/01). Selain pengajian, DPC PKS Mejobo juga mengadakan santunan kepada 20 peserta jamiyah yang berstatus tidak bersuami atau janda.

BPKK PKS Kudus Ajak Hijaukan Lingkungan

12.12.17

Kaliwungu – 231 Kader Perempuan PKS yang datang dari berbagai Kecamatan di Kabupaten Kudus kemarin berbondong-bondong menghadiri Silaturrahim Perempuan Partai Keadilan Sejahtera (10/12). Mereka hadir dengan sangat antusias dalam rangka pelatihan hidroponik dan pengarahan DPW PKS Jateng yang diadakan oleh Bidang Perempuan dan Ketahanan Keluarga (BPKK) DPD PKS Kabupaten Kudus di Gedung Pertemuan Al Fath Kaliwungu.

Seriusi Pilkada 2018, PKS Kudus Kumpulkan 231 Perempuan PKS


 Kaliwungu – Sayid Yunanta, Ketua DPD PKS Kudus menunjukkan keseriusan PKS dalam berpartisipasi dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2018 serta memberikan semangat para kadernya dengan mengundang kader-kader Perempuan dan para istri pengurus ranting PKS kemarin tanggal 10 Desember 2017.

Gowes Sepeda 30 KM demi Ikuti Kembara PKS

10.10.17



Kebumen – Demi berpartisipasi dalam acara Kemah Bakti Nusantara (Kembara) yang dilaksanakan oleh Dewan Pengurus Wilayah Partai Keadilan Sejahtera (DPW PKS) Jawa Tengah, kader militan yang biasa dipanggil Mas Wawan ini rela menggenjot sepeda Federalnya dari rumah menuju lokasi Kembara sejauh 30 KM. Meskipun masih satu Kabupaten, Kebumen, tetapi jarak rumahnya yang berada di Kecamatan Kota sangatlah jauh. Karena lokasi Kembara berada di ujung selatan Kabupaten Kebumen, perbatasan antara Kabupaten Purworejo dan Kabupaten Cilacap, yaitu Pantai Laguna Desa Lembu Purwo Kecamatan Mirit Kabupaten Kebumen.

Istifainzah Liat Peluang Wirausaha di Jepang

1.4.17


Mejobo - Selepas mendampingi sang suami melakukan tugas dakwahnya di Jepara, Istifainzah langsung meluncur ke Jepang Mejobo untuk mengunjungi para ibu-ibu kader dan simpatisan PKS yang tengah berkumpul untuk mengikuti kegiatan launching Rumah Keluarga Indonesia (RKI) PKS Kecamatan Mejobo kemarin (26/03).

RKI PKS Mejobo Cek Darah Kader dan Simpatisan


 Mejobo - Dalam rangka peresmian RKI PKS Kecamatan Mejobo, DPC PKS Kecamatan mejobo menggelar periksa kesehatan gratis kepada kader dan simpatisannya kemarin (26/03). Acara ini digelar di Kediaman salah satu kader PKS, Bapak Wahyu, di Desa Jepang RT 02 RW 12 Kecamatan Mejobo Kabupaten Kudus.

Pakde Wawan Launching RKI PKS Jekulo


Kepala Desa Hadipolo Kecamatan Jekulo, Wawan Setiawan, telah hadir meresmikan Rumah Keluarga Indonesia (RKI) Partai Keadlian Sejahtera (PKS) Kecamatan Jekulo Kabupaten Kudus kemarin bersamaan dengan Family Gathering Kader di Pantai Karangjahe Rembang (19/03).

Antara Hujan, Banjir dan Cinta Seorang Ibu

7.2.17

Undaan Kudus - Hujan deras memenuhi catatan kami sepanjang hari. Hampir tidak ada sinar matahari yang mampu mengeringkan tanah di pekarangan rumah kami hari itu. Hingga malam tiba, hujan barulah reda, namun masih menyisakan hawa dingin yang sangat menusuk hingga ke tulang-tulang kami. Suasana ini menjadikan orang-orang untuk segera menutup pintu dan ingin segera terlelap dalam tidur.

Umi Bariroh Blusukan Sambagi Janda dan dhuafa Karang Bener

4.2.17


Bae - Suasana keramaian tampak di salah satu rumah warga Karangbener RT o2 RW 02 di kediaman ibu Eva, salah satu penggerak BPKK PKS Karangbener. Terlihat dalam perkumpulan ibu-ibu tersebut sangat gayeng. Pasalnya, salah satu orang yang tampak di sana adalah Umi Bariroh, satu-satunya anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, ikut hadir membersamai kegiatan bersama ibu-ibu janda dhuafa tersebut.

Hidayah di Usia 92 Tahun

30.12.16


Seorang wanita Belgia bernama Josette Marie memutuskan masuk Islam pada saat umurnya telah mencapai 92 tahun, hampir 1 abad.

Pesan Kyai NU pada PKS Mejobo

19.11.16


 Mejobo Kudus – Dalam rangkaian menyemarakkan Tahun Baru Hijriyah 1438 H, DPC PKS Kecamatan Mejobo Kudus melaksanakan Kajian warga dan Ibu-ibu Pengurus Ranting PKS se-Kecamatan Mejobo pada tanggal 28 September 2016 Kemarin. Kegiatan ini dilaksanakan di rumah kediaman Kyai Jamilin Desa Kesambi Kecamatan Mejobo Kabupaten Kudus.

Kader PKS Jati Urunan Santuni 54 Yatim

14.11.16

Jati Kudus - Sebagai rasa syukur atas pergantian Tahun Baru 1438 Hijriyah, DPC PKS Kecamatan Jati bersama seluruh kader dan simpatisan PKS Kecamatan Jati untuk urunan/patungan santuni Yatim-dhuafa.

Bangau Aja Mudik Masak Elu Nggak

6.7.16

Masih ingatkah kita akan sebuah peribahasa yang terkenal tentang sebuah Bangau? Tentunya tak akan pernah terlepas dari ingatan kita tentang peribahasa yang berisi:

Selamat Tinggal Ramadhan

30.7.14

Ilustrasi. (bombayoutdoors.com)
Ilustrasi. (bombayoutdoors.com)
dakwatuna.com - Kalau di awal Ramadhan ada tarhib. Di akhir Ramadhan ada taudi’. Walaupun kata taudi’ berarti berpisah untuk tidak (sulit) bertemu lagi. Saat berpisah dengan bulan mulia ini, ada sebuah kaidah, yaitu (من لم يذق مرارة الفراق لم يعرف حلاوة اللقاء) “Orang yang tidak merasakan pahitnya berpisah, pasti belum mengerti manisnya perjumpaan.”
Di atas kaidah ini, dibangunlah cara bagaimana berpisah dengan bulan Ramadhan. Saat berpisah dengan bulan Ramadhan, ada dua macam orang:

Di Depan Pusara Murabbi

26.7.14

Foto pemakaman. (inet)
Foto pemakaman. (inet)
dakwatuna.com - Di bus malam ini, rasa kantuk menjalar di tubuh seluruh penumpang. Nyaris seluruh penumpang bus Jakarta-Cirebon tampak lelap. Hanya satu dua yang terlihat memandang keluar jendela, sebagian lain sebentar terbangun untuk menarik resleting jaketnya tinggi-tinggi hingga menutupi leher, lalu kembali tidur. Suara pengamen yang lumayan merdu dengan iringan biola tua justru membuat penumpang semakin larut dalam kantuk, entah kurang perhitungan atau memang pengamen ini ikhlas mengantarkan para penumpang untuk tidur, yang jelas aku yakin lagu Camelia 3 itu membuat pendapatannya berkurang.
Pengamen itu terlihat kumal. Bibirnya hitam akibat asap rokok. Di telinganya terlihat tiga buah tindikan besar berwarna-warni. Ia mengenakan celana jeans robek dan sepatu kets yang tak kalah buruk. Penampilannya persis diriku lima belas tahun silam, ketika baru lulus SMP. Tanpa bermaksud menghakimi pengamen itu, aku dulu adalah anak brandal. Pekerjaanku adalah mengamen dengan paksa, meminta uang kepada penumpang sambil berteriak tanpa menggunakan satu pun alat musik. Mungkin sebetulnya bukan mengamen, tapi tepatnya memalak. Aku tahu suaraku tak mungkin menghibur. Aku tak segan menunggu untuk memaksa penumpang mengeluarkan uang sekedar seribu – dua ribu dengan dalih solidaritas sosial dan kebersamaan. Aku bilang untuk makan, meski aku yakin mereka tahu bahwa uang itu aku habiskan untuk beli rokok dan minum-minum dengan teman-teman sesama pengamen.
Mengingat hari-hari itu dan membandingkannya dengan kini, adalah hal yang selalu membuat aku ingin menangis. Kini, bahkan di bus malam ini aku berbaju koko, di tasku ditempel logo One Day One Juz, sebuah komunitas pembaca Al-Quran yang sedang marak. Mushaf Al-Quran selalu ada di dalam tas kemanapun aku melakukan perjalanan sebagai teman terbaik. Berbeda dengan dulu, di mana rambutku kumal, kulit kusut karena jarang mandi. Kemana-mana selalu membawa rokok. Hidupku sangat kacau dan tidak ada rasa tenteram dalam hati. Bahkan tak jarang pada masa-masa itu, aku berharap kematian segera datang.
Sampai tiba pada hari itu. Ketika Tuhan menunjukkan kasih sayang-Nya melalui seorang ustadz muda yang membuat hatiku basah, dan membuka jalan hidupku hingga tenteram seperti sekarang. Ia yang selama lima tahun berikutnya menjadi guru ngajiku. Ia yang dengan sabar mengajariku membaca buku iqra meski aku terbata-bata. Ia yang rela waktu demi waktunya aku sita untuk menjawab semua pertanyaan-pertanyaanku tentang Tuhan, terutama mempertanyakan keadilan-Nya untuk aku dan keluargaku.
Aku sedang duduk di halte bis pada pertemuan pertamaku dengannya saat itu. Waktu itu aku sudah kehabisan akal dan rasa lapar menusuk ke ulu hati. Aku nyaris mencuri ketika dari balik tikungan ia memberikan nasi kotak berisi rendang nasi padang. “Mas, maaf, nasi kotak ini boleh untuk mas. Kebetulan tadi saya dapat dari seminar.” Tuturnya dengan senyum lembut ketika itu. Bahasanya sopan. Air mukanya bersih dan penuh aura iman. Baju kokonya sudah tidak putih, tapi tetap terlihat bersih. Janggut tipis di ujung dagunya membuatnya terlihat kalem dan alim. Setelah mengucapkan terima kasih, aku makan dengan lahap dan ia duduk di dekatku menunggu bis pulang. Di situlah untuk pertama kalinya aku merasakan hatiku gerimis dan dadaku bergetar.
***
“Bang, partisipasinya bang…” suara pengamen menyadarkanku dari lamunan. Cepat-cepat aku rogoh selembar uang dua ribuan untuknya, setelah mengucapkan terima kasih, pengamen itu menyusur ke kursi-kursi belakang. ia tidak seburuk aku dulu.
Seorang perempuan yang sedang hamil naik di tengah perjalanan. Padahal hari sudah malam. Lelaki di ujung sana yang melihatnya segera bergeser memberi tempat. Perempuan itu duduk bahkan tanpa mengucapkan terima kasih. Mungkin sudah seharusnya.
Di luar sana, gelap menyelimuti bumi. Seiko KW di lenganku sudah menunjukkan pukul sembilan malam lewat lima. Jalanan di luar nampak lengang. Aku memandang jauh keluar jendela, papan reklame dengan cahaya yang terang memberontak malam yang kelam, menyilaukan mataku.
***
Yang membuat hatiku gerimis sewaktu pertemuan pertama dengan lelaki, yang kemudian aku panggil ustadz itu adalah ketika ia menanyakan kabar keluargaku. Pertanyaannya itu membuat aku serta merta teringat ibu di kampung. Sekalipun hidupku hancur, ibu bagiku tetaplah ibarat nyawa. Ia adalah harta satu-satunya yang aku punya. Ayahku sudah meninggal ketika aku kecil, dan aku satu-satunya pewaris keluarga. Pewaris kesusahan dan kemiskinan. Setiap ingat ibu aku selalu bergetar. Rasa sayang dan cintaku untuknya berderai-derai. Pakaian ibuku adalah kesusahan dan kemiskinan. Miskin dan keras sudah menyatu dalam hidupnya, menjadi nafas dan nyawanya. Ia yang berhutang kesana kemari untuk memberiku ongkos sekolah pagi hari. Ibu bagiku adalah dasar lautan terdalam. Sekalipun di dunia ini ada lautan yang paling dalam, cinta ibu kepadaku jauh lebih dalam. Jika gunung tinggi menjulang, cinta ibu padaku lebih menjulang. Itulah kenapa sekalipun aku brengsek, selalu ibu yang mengerik punggungku ketika aku sakit dengan uang logam dan minyak tanah sampai tertidur. Tak sekali dua kali dalam momen seperti itu aku mendengar untaian doa dan harapannya ketika aku hendak lelap. “Gusti, berikan jalan pada anakku untuk mengenal agama…” doanya sederhana. Agar aku mengenal agama. Tiba-tiba mataku berlinang air mata…
Ibuku memang tak kenal agama terlalu baik. Hanya saja ia sangat hormat pada pak kyai dan selalu shalat lima waktu meski di kemudian hari aku tahu bacaannya berantakan. Tak masalah bagiku, karena kesusahan dan kemiskinan sudah cukup menjadi cara Tuhan untuk mencintainya. Dengan sabar yang dijalani ibu dalam kesusahan itu, Tuhan akan mencintainya.
Pertanyaan Ustadz berwajah teduh itu menyentak hatiku, dan entah mengapa aku tiba-tiba ingin memperbaiki diri…
***
Sejak obrolan pertama itu, lantas aku mulai tertarik untuk mengaji pada ustadz muda bernama Hisyam itu. Belajar mengeja mulai dari iqra satu. Aku membaca a-ba-ta-tsa dengan tertatih, tapi kemajuanku cukup pesat. Sekalipun brandal, otakku memang cukup encer sejak kecil.
Aku mengaji setiap malam senin. Aku absen tidak ikut nongkrong di perempatan Cibinong hanya setiap malam senin. Malam-malam lainnya aku masih malak di dalam bis bersama teman-teman nongkrong. Masih merokok dan tak jarang minum-minuman keras. Tertawa dan menggoda cewek-cewek yang lalu lalang. Ustadz Hisyam tak pernah memaksa aku untuk berhenti. Ia hanya mengajari aku mengaji yang kemudian aku kenal dengan istilah halaqah. Pembinaan sepekan sekali itulah yang membuat hatiku lambat laun terwarnai oleh nilai-nilai Islam. Ustadz Hisyam bercerita bagaimana perjuangan Nabi ketika menyebarkan Islam, ketika memimpin perang, juga ketinggian akhlak beliau. Ustadz muda itu juga berkisah tentang para sahabat ketika mendapatkan ujian, tak sedikit di antara mereka merupakan kaum miskin sepertiku. Amar bin Yassir dan bilal bin Rabah adalah dua nama yang paling kukenal. Tapi tentu paling menarik adalah Umar bin Khattab. Aku paling suka karena sahabat Umar dikenal kuat dan tak punya rasa takut kepada musuh. Untuk seorang anak jalanan seperti aku, sifat Umar tentu sangat heroik.
Aku tak pernah bosan halaqah dengan ustadz Hisyam. Ia mengajariku akhlak yang baik. Ngaji dengannya tak hanya ceramah, tapi sikap kesehariannya adalah Islam itu sendiri. Ia berasal dari keluarga sederhana, mungkin cenderung miskin dibanding para ustadz lainnya. Pernah suatu kali dalam sebuah demonstrasi di Monas, kaos ustadz hisyam adalah yang paling kumal di tengah ribuan pendemo yang mengenakan pakaian putih. Ia sederhana. Satu pagi ia mengayuh sepeda untuk sekedar memberitahu, “Akhi, nanti jam setengah tujuh ada demo di Bundaran HI. Antum jangan tidak datang, ya.” Selepas itu ia kembali mengayuh sepeda ke rumahnya di kecamatan sebelah. Ia tak pernah mengeluhkan kemiskinan sepertiku, ia katakan bahwa kekayaaan sebenarnya bukan pada harta tapi ada pada hati.
“Akhi, lapangkanlah hatimu. Lapang, selapang sabana. Sekalipun di sana ada gajah, harimau, jerapah, sabana itu akan tetap terlihat luas. Tetapi jika hatimu sempit, sesempit kamar-kamar tidur, jangankan gajah, seekor ayam akan membuatnya sempit. Luaskanlah hatimu. Luas, seluas samudera. Sebanyak apapun sampah masuk dari sungai-sungai di muara, ia akan tetap jernih. Tetapi jika hatimu sempit, sesempit air di dalam gelas, jangankan sampah dari sungai, setetes tinta dari pulpen akan membuatnya kotor. Masalah itu rupanya bukan di luar, tapi ada pada hati kita, di sini” katanya suatu kali seraya mendekapkan tangan ke dada.
Bagaimana mungkin aku tak hormat pada sosok ustadz sederhana dan ikhlas seperti itu? Untuk itulah malam ini, aku bertolak ke Cirebon, mengobati rindu tak tertahankan yang meluap-luap dalam dadaku. Sudah tak jumpa sepuluh tahun semenjak ia pindah dari Bogor ke Cirebon, ingin rasanya bersilaturahmi dan mengucapkan terima kasih karena membuka jalan bagi hidupku untuk menjadi lebih baik.
Kini, aku sudah mengenal agama jauh lebih baik. Aku mempunyai dua kelompok binaan yang semuanya anak-anak jalanan. Dalam beberapa acara tatsqif kerap menggantikan narasumber yang berhalangan, juga mengisi acara-acara outbound dalam kapasitasku sebagai seorang kepanduan.
Malam semakin larut, aku mulai mengantuk..
***
Pagi ini aku terpaku…
Aku terpekur di samping sebuah pusara seorang ustadz yang sangat aku cintai.
Aku duduk menangis dan tak henti mengirim doa. Lisanku terus menerus mengirim fatihah untuknya..
Aku teringat ucapan lirih terakhir ustadz Hisyam pada halaqah perpisahan itu. “Akhi, doakanlah ana dalam sujud-sujud antum, sebagaimana ana pun mendoakan antum dalam sujud-sujud ana.”
Aku paham bahwa rumus kehidupan hanya dua: meninggalkan atau ditinggalkan. Tapi aku merasa begitu berat untuk menerima kenyataan bahwa ustadz yang telah mengenalkan aku ke dalam dekapan hidayah telah kembali kepada-Nya, terbaring di balik tanah ini. Semoga antum mendapatkan apa yang seharusnya antum dapatkan, ya ustadzunal kiram… Almahbuub.
Beberapa waktu lalu aku sempat merasa semangatku turun sama sekali. Bersamaan dengan semangat ikhwah lain yang juga turun. Aku sungguh khawatir menjadi orang-orang yang runtuh ketika yang lain tetap teguh. Menjadi bagian yang terkapar ketika yang lain berusaha tetap tegar.. Aku mengkhawatiri diriku termasuk ke dalam mereka yang berguguran di jalan dakwah.
Militansi yang turun itu kemudian berakibat pada rendahnya intensitas kehadiranku dalam halaqah. Lama-lama aku mulai terlalu kritis bahkan curga pada setiap kebijakan qiyadah, bahkan mungkin terlalu sinis. Aku merasa berada pada jalan yang benar dan satu-satunya yang objektif. Qiyadah sempat kupandang sebagai bagian dari kelompok yang naif.
Tapi aku teringat nasehat ustadz Hisyam untuk menengok hati, dan aku sadari sikap sinis dan lemahnya militansiku dalam dakwah adalah akibat dari lemahnya imanku, dari rendahnya qiyamullail yang kian jarang, dari tilawah yang terus tergerus, dari dzikir yang tak lagi terukir dan dari sujud yang tak lagi syahdu.
Justru lemahnya iman yang membuat semangatku lemah, lalu lama-lama aku hanya menjadi pengamat dakwah, tanpa kontribusi. Pagi ini aku semakin sadar akan nasihat Murabbi yang terus menerus hidup di dalam hatiku.
Aku masih terduduk, membayangkan senyumnya ketika bergurau dalam halaqah..
Dan membayangkan air matanya ketika memimpin doa rabithah..
Lalu aku menginsafi diri, atas kelemahan iman serta kontribusiku dalam dakwah.

Sumber: http://www.dakwatuna.com/2014/07/26/55087/di-depan-pusara-murabbi/#ixzz38X3zRdZu
Follow us: @dakwatuna on Twitter | dakwatunacom on Facebook

Dikenal Sebagai Pedagang Jujur, Pemuda PKS ini Terpilih Jadi Wakil Rakyat

3.5.14


Aam Amarullah adalah salah satu fenomena unik dalam pesta demokrasi April 2014 lalu. Pemuda asal Garut ini didaulat menjadi calon anggota legislatif kota Cilegon, Banten, dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS) untuk dapil 3 Grogol - Pulomerak.

Setelah melalui tahapan perhitungan, Aam dipastikan maju menduduki kursi Dewan periode 2014 - 2019. Tapi siapa sangka pemuda yang mendapat kepercayaan itu ternyata berprofesi sebagai pedagang sembako di Pasar Baru Merak. Aam mengaku sudah melakoni usahanya sejak pasar Merak belum direlokasi, sekitar delapan tahun  lalu. Mulai dari kecil-kecilan, hingga memiliki auning (tempat jualan) sendiri.

Walau hanya berprofesi sebagai pedagang sembako, Aam juga memiliki kemampuan organisasi yang tak boleh dianggap sebelah mata. Hingga saat ini dirinya tercatat sebagai ketua DPC PKS Kecamatan Pulomerak, Cilegon, dan ketua Forum Silaturahmi Masyarakat Asli Garut (Asgar). Aam juga pernah memprakarsai berdirinya koperasi syariah simpan pinjam bagi pedagang pasar Merak. Koperasi ini dia dirikan sebagai bentuk keprihatinan banyaknya pedagang yang sulit memperoleh bantuan usaha lalu akhirnya meminjam ke renteneir (lintah darat).

Sejak kasus yang menimpa LHI setahun yang lalu, Aam mengaku perlu usaha keras untuk meyakinkan warga sekitar Pulomerak untuk memilih PKS lagi.

“Kita silaturahmi ke warga berkali-kali. Kita datengi warga tidak sekali dua kali,” jelas Aam.

Menurut warga, Aam termasuk pribadi yang jujur dan diyakini dapat menyuarakan aspirasi rakyat kelak di dewan.

“Aam itu termasuk pedagang jujur. Kalau blusukan, Aam itu tiap hari ya pasti blusukan keluar masuk kampung dan naik turun gunung,” papar Jupri, tetangga Aam.

Warga maklum nanti ketika sudah dilantik menjadi aleg DPRD, Aam akan jarang terlihat melayani pembeli di pasar karena tugas sebagai wakil rakyat. Namun Aam tidak akan meninggalkan usaha dagangnya di pasar karena masih ada istri dan keponakan yang membantu. Aam juga mempersilahkan warga menyampaikan aspirasinya termasuk sembari berbelanja di warungnya.

Kan masih ada Istri yang jaga warung. Malah aneh kalau nanti malah sering jualan dari pada dateng rapat dewan,” kelakar Aam.

>> PILKADA UPDATE

>> TAUJIH

Alam Islami

 
 photo pksno3_zps07baf103.gif
© Copyright pks-kudus 2010 -2011 | Design by Herdiansyah Hamzah | Published by Borneo Templates | Powered by Blogger.com.