skip to main |
skip to sidebar
Saturday, November 08, 2014
Jakarta - Ketua Fraksi PKS di DPR Jazuli Juwaini berharap,
Menteri Dalam Negeri (Mendagri) berhati-hati atas rencana pengosongan
kolom agama dalam e-KTP bagi Warga Negara Indonesia (WNI) penganut
ajaran kepercayaan yang belum diakui secara resmi oleh pemerintah.
Meskipun Indonesia bukan negara agama, namun menurutnya agama di
Indonesia harus tetap menjadi landasan dalam pembangunan bangsa yang
tercantum di pancasia.
"Mendagri sebelum mengambil keputusan harusnya berpikir matang dan
dalam. Jangan karena tuntutan segelintir orang lalu mengabaikan
kepentingan mayoritas," kata Jazuli kepada Liputan6.com di Jakarta,
Jumat (7/11/2014).
"Agama di Indonesia ini harus jadi landasan pembangunan bangsa dan
negara, itu tercermin pada sila pertama Ketuhanan yang Maha Esa,"
sambung dia.
Dia menuturkan, bagi semua orang beragama di Indonesia pasti kolom
agama di KTP dirasa penting untuk diisi. Karena menurutnya, hal tersebut
memiliki implikasi jangka panjang ke depannya.
"Buat orang Islam dan saya yakin juga pemeluk agama lain yang sudah
diakui, kolom agama ini sangat penting. Itu karena ada implikasinya
terkait dengan pernikahan, kematian dan warisan. Ketika tidak tercantum
kolom agama, bagaimana mengidentifikasi dan implementasi
persoalan-persoalan itu," beber dia.
Selain itu, ia juga mempertanyakan jika ada sebagian orang menganggap
kolom agama itu sebuah bentuk diskriminasi, padahal semua agama yang
sudah diakui oleh pemerintah dicantumkan semua dalam kolom agama
tersebut.
"Di mana diskriminasi? Kan semua agama dicantumkan bukan hanya agama tertentu," ujar Jazuli.
Terkait dengan keyakinan yang belum diakui pemerintah, menurutnya hal tersebut bisa bisa dicarikan solusinya oleh pemerintah.
"Untuk keyakinan yang belum diakui secara formal, harusnya Mendagri
memberi solusi seperti membuka dan memfasilitasi pengurusan pengakuan
keyakin mereka scara formal lewat mekanisme yang berlaku di negeri ini.
Ingat demokrasi di negeri ini adalah demokrasi Pancasila bukan demokrasi
liberal, kita punya jati diri," tandas Jazuli. (Yus)
Saturday, November 08, 2014
Jakarta (5/11) - Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah menginginkan fraksi
dari Koalisi Indonesia Hebat terlebih dahulu masuk dalam alat
kelengkapan dewan sebelum dilakukan mekanisme musyawarah dan mufakat.
"Masuk dahulu ke alat kelengkapan karena tidak mungkin musyawarah
mufakat apabila alat kelengkapan belum ada. Karena letak musyawarah
mufakat itu di alat kelengkapan," kata Fahri di Gedung Nusantara III,
Jakarta, Rabu.
Ia mengatakan apabila sudah masuk dalam alat kelengkapan maka akan
mudah memutuskan secara bersama terkait mekanisme dan sistem pemilihan
pimpinan. Menurut dia, kocok ulang pimpinan alat kelengkapan merupakan
hal yang fleksibel tidak serumit mengubah undang-undang.
Menurut dia, sebenarnya DPR bisa berjalan sendiri seperti saat ini
karena tidak ada prinsip dualisme namun apabila fraksi KIH mau ikut maka
pintu dialog terbuka. Fahri mengatakan pimpinan DPR akan merespons apa
yang dikomunikasikan fraksi KIH dengan meletakkan azas musyawarah
mufakat.
"Tiap pekan ada rapat Badan Musyawarah dan rapat pengganti Bamus agar
tidak ada anggota dewan yang ditinggal. Apabila yang mendaftar 10
fraksi, maka ketentuan tentang forum fraksi akan tercapai," katanya.
Fahri Hamzah mengatakan pada dasarnya tidak ada dualisme dalam
kepemimpinan di DPR. Karena menurut dia, lembaga legislatif tidak
menolelir adanya perpecahan seperti di lembaga kepresidenan. Dia
menegaskan jangan sampai rapat paripurna di DPR disandera agar
mendapatkan kursi di alat kelengkapan.
Menurut dia, undang-undang mengamanatkan agar membuat alat
kelengkapan terlebih dahulu baru melakukan mekanisme musyawarah mufakat.
"Saya menilai mekanisme undang-undang itu jangan diputar nanti berimbas
jelek," ujarnya.
Saturday, November 08, 2014
Jakarta (7/11) - Anggota DPR RI Ledia Hanifa Amalia mengkritisi
rencana Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo yang ingin
mengosongkan kolom agama di e-KTP. Menurutnya, Kolom agama di e-KTP
adalah identitas seorang Warga Negara Indonesia (WNI).
"Sebab dalam pembukaan UUD 1945 secara tegas meletakkan Ketuhanan
Yang Maha Esa sebagai landasan. Sehingga dapat dikatakan bahwa setiap
WNI yang menjalankan agamanya dengan baik maka ia adalah seorang
Pancasilais," kata Ledia melalui pesan singkatnya kepada Humas DPP PKS,
di Jakarta, Jumat (7/11).
Ledia menambahkan, agama yang tercantum di e-KTP berkorelasi dengan
pemenuhan hak dan kewajiban sebagai warga negara. "Setidaknya ini akan
menegaskan pola kerukunan hidup antar umat beragama," imbuh Wakil Ketua
Komisi VIII yang membawahi Keagamaan itu.
Lebih lanjut legislator Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini
menjelaskan, banyak manfaat dari adanya kolom agama. Misalnya, lanjut
Ledia, dengan adanya identitas agama di e-KTP maka seseorang dibatasi
untuk tidak masuk dan menggangu ibadah orang lain. Selain itu, juga
mempermudah hak seseorang untuk mendapatkan pengajaran agama di sekolah
dengan guru yang seagama dengannya sebagaimana yang tertera dalam
Undang-Undang Sisdiknas.
Ledia juga mengungkapkan, jika kolom agama dihapus, maka akan
mempersulit proses pemakaman sesorang jika meninggal dunia. "Jika dia
wafat harus dimakamkan sesuai agamanya. Jika tak tercantum dalam KTP dan
yang bersangkutan mengalami kecelakaan yang menimbulkan kematian tentu
pengurusan jenazahnya dilakukan sesuai identitas di KTP-nya," ujar
anggota dewan dari dapil Jabar I itu.
Terkait alasan Mendagri dengan rencana pengosongan kolom agama adalah
bahwa pemerintah menjamin masyarakat Indonesia untuk memeluk suatu
keyakinan atau agama yang diyakini, Ledia berpendapat bahwa perlindungan
yang diberikan tentu berdasarkan bukti identitas yang bersangkutan.
"Bagamana pemerintah memberi perlindungan dan kebebasan untuk
beribadah jika identitas tidak jelas? Bagamana pemerintah bisa
melindungi pemeluk agama yang melaporkan adanya penodaan atau penistaan
jika tidak diketahui agamanya? Bisa jadi nanti dianggap laporan palsu
padahal benar adanya. Jadi aspek perlindungan yang dimaksud harus
dipikirkan matang-matang," pungkasnya.